Pengalamanku dalam berhubungan intim kepada wanita sudah banyak aku telah melakukan kegiatan seks kira-kira sudah hampir 20an wanita saya setubuhi, saat usiaku masih 18 tahun waktu masih bangku SMA aku jadi primadona disekolah mungkin karena wajah aku rupawan dan tubuh atletis kata para gadis di sekolah, banyak sekali gadis yang mau aku pacari, kurang lebih ada 7 gadis disekolah yang aSetelah melakukan kegiatan seks banyak dengan wanita aku menarik kesimpulan bahwa ada dua tipe dalam berhubunngan seks, yang pertama yaitu penikmat seks dan pelahap seks, keduanya hampir sama kalau diartikan , tapi dalam kasus yang aku alami aku merupakan tipe penikmat seks, karena dari pengalamanku dari sekian wanita yang aku ajak berhubungan intim semuanya merasakan kepuasan dalam bercinta.
Langsung dalam cerita kisah nyataku dari sahabat bisa aku ajak bercinta, Perkenalkan nama aku Bob, bukan nama sebernarnya aku sekarang umur 25 tahun, kami sangat akrab dalam hubungan sahabat, kami adalah teman satu kuliah dan satu angkatan, Mika adalah wanita yang dahulu waktu SMA yang
sempat aku sukai, karena dia waktu SMA sudah punya pacar jadi aku tidak mau menggangu hubungannya, saat dipertemukan di sebuah universitas kami setiap hari bertemu, kami sering mengerjakan tugas tugas bersama.
Secara fisik Mika cukup menarik. Wajahnya berbentuk oval dan manis. Tidak terlalu cantik tapi jelas tidak bisa dikatakan jelek. Tingginya sekitar 160 cm, beratnya seimbang. Rambutnya dipotong pendek dgn poni di dahinya. Kulitnya cukup putih untuk ukuran orang Indonesia. Pokoknya tidak memalukan lah kalau kita ajak jalan dia di tempat umum. Sayang ada satu kekurangannya, Mika kurang bisa bersolek, kesannya malah agak tomboy. Ke-mana² dia hampir selalu pakai celana jeans dgn kemeja agak longgar. Padahal perilakunya sangat feminin, jadi agak kontras dan kurang cocok. Situs SemogaQQ
Sore itu aku sedang mengerjakan tugas di perpustakaan kampus. Mika juga kebetulan ada disana, tapi dia di meja lain dgn beberapa teman. Aku asyik mengerjakan tugasku sendiri sehingga aku tidak memperhatikannya. Tiba² ada orang yg duduk di seberang meja. Aku lihat ternyata Mika.
“Ngerjain apa Bob? Kok asyik banget”
“Eh … ini tugas makalah metodologi. Kamu udah selesai Mik?”
“Mika mah udah kelar kemarin².”
“Enak dong udah bisa santai, aku juga udah hampir selesai kok.”
“Bob ke kantin yuk … haus nih.”
Aku bereskan kertas² tugasku lalu aku kembalikan buku² referensi ke raknya. Kami berdua berjalan bareng ke kantin. Obrolan kami lanjutkan di kantin sambil minum.
“Mik, aku kok udah lama ndak liat kamu sama Mas Robby. Kemana dia?”
Mas Robby adalah pacar Mika. Dia sudah bekerja tapi biasanya suka menjemput Mika di kampus. Aku tidak terlalu kenal dia cuman sebatas “say hello” saja.
Mendengar pertanyaanku tadi Mika cuma menghela napas panjang. Wajahnya yg manis tiba² tampak muram. Dgn agak lirih dia menjawab,
“Kami sudah putus Bob.”
“Oh … sorry Mik. Kalau boleh tahu, kenapa Mik?”
Mika kembali menghela napas panjang. Aku tahu mereka sudah pacaran cukup lama, mungkin ada lebih dari 3 thn. Jadi aku tahu bagaimana perasaan Mika saat itu. Pasti berat buat dia. Akhirnya Mika bercerita kalau Mas Robby ternyata dekat dgn wanita lain. Ketika Mika minta penjelasan dari dia ternyata Mas Robby malah marah². Akhirnya dua minggu yg lalu Mika tidak mau lagi ketemu dgn dia. Sungguh malang nasib Mika, padahal mereka sudah begitu dekat dan mereka sudah melakukan hubungan layaknya suami istri. Secara eksplisit memang Mika tdk pernah bicara ttg hal ini kepadaku, tapi dari gelagatnya aku yakin itu.
Pembicaraan kami sore itu jadi melankolis dan kelabu. Seperti mendung kelabu yg menggelayut di langit. Satu hal yg aku kagumi dari Mika, dia begitu tegar menerima kenyataan ini. Tak ada setitik air mata pun yg mengambang di matanya saat menceritakan perpisahannya dgn Mas Robby. Langit sudah agak gelap pertanda datangnya senja ketika kami keluar dari kantin untuk pulang. Aku tawarkan Mika untuk mengantarnya pulang dan dia setuju. Dalam perjalanan pulang, Mika yg duduk di boncengan motorku tak berkata sepatah pun. Kami pun sampai di rumah Mika.ku pacari dan beda beda sekolah.
“Masuk dulu yuk Bob,” ajak Mika sambil membuka kunci pintu rumahnya. Beberapa kali aku pernah mengantar pulang Mika tapi aku tidak pernah mampir ke rumah Mika. Kali ini kebetulan aku kebelet kencing, jadi aku mau diajak masuk rumahnya.
“Aku mau numpang ke kamar mandi Mik.”
“Disitu Bob,” Mika menunjuk ke salah satu pintu.
Aku segera menuntaskan urusanku di kamar mandi. Rumah Mika sangat sederhana tapi sangat bersih dan tertata rapi. Keluarga Mika memang bukan golongan orang yg berada. Senja itu suasana rumah Mika sepi² saja.
“Kok ndak ada orang Mik. Orangtuamu kemana?”
“Sudah 2 hari di rumah Mbak Dewi di Solo. Dia kan baru saja melahirkan anak pertama.”
Mika pernah cerita kalau dia hanya dua bersaudara. Kakaknya, Mbak Dewi, sudah menikah dan tinggal di Solo. Jadi saat itu Mika sendirian di rumah.
Aku baru saja hendak berpamitan dgn Mika ketika tiba² mendung tebal yg sedari tadi menggantung di langit turun menjadi hujan yg cukup lebat.
“Pulang ntar aja Bob, Hujan tuh. Mika bikinin kopi ya.”
Tanpa menunggu jawabanku Mika segera ke dapur dan aku dengar detingan cangkir beradu dgn sendok. Aku duduk di sofa di ruang tamu yg sekaligus berfungsi sebagai ruang keluarga itu. Tak berapa lama Mika muncul dgn secangkir kopi yg masih mengebul di tangannya.
“Kamu ngopi dulu Bob. Mika mau mandi dulu Bentar.”
Mika kembali ke dalam dan sejenak kemudian aku dengar deburan air di kamar mandi. Aku duduk santai sambil menghirup kopi hangat yg dibuatkan Mika. Di luar hujan semakin bertambah lebat sambil sesekali terdengar bunyi guruh di kejauhan. Suasana sudah bertambah gelap, apalagi lampu rumah belum dihidupkan.
Tiba² lampu jadi hidup terang benderang menerangi ruang tamu itu. Ternyata Mika yg telah selesai mandi menghidupkan lampu. Aku menatap Mika dgn pangling. Sekarang dia mengenakan kaos ketat berwarna biru tua dipadu dgn celana pendek yg sewarna. Aku melihat Mika yg lain dari yg aku kenal. Kaos ketatnya memperlihatkan lekuk tubuhnya yg nyaris sempurna yg biasanya tersembunyi di balik kemeja longgarnya. Kulit pahanya yg putih mulus biasanya terbungkus celana jeans. Tanpa aku sadari dari mulutku terlontar kata,
“Kamu cakep dan seksi sekali Mik.”
Mika tampak tersipu mendengar kata²ku. Dia sedikit tersenyum, guratan kepedihan sudah tak tampak lagi di wajahnya.
“Ngerayu apa ngerayu nih …,” Mika mencoba menutupi ketersipuannya dgn canda.
“Bener kok Mik … kamu cakep banget.”
Mika duduk di sofa di ujung yg lain. Kebetulan aku duduk di ujung sofa yg dekat dgn bagian dalam rumah, sedang Mika di ujung satunya yg dekat pintu. Kami duduk ngobrol sambil mataku tak hentinya mengagumi kemolekan tubuh Mika. Mika pun kayaknya suka aku perhatikan seperti itu. Entah sengaja atau tidak, kakinya disilangkan sehingga pahanya yg mulus makin tampak jelas.
Kami masih ngobrol ngalor ngidul ketika kami dikagetkan dgn bunyi guntur yg begitu keras. Seketika itu pula suasana jadi gelap gulita. Ternyata listrik mati. Secara reflek aku berdiri. Aku beranjak ke pintu hendak menyalakan lampu motorku yg aku parkir di teras untuk menerangi sementara. Belum selangkah aku beranjak, aku merasakan tubrukan dgn tubuh Mika yg ternyata juga sudah berdiri hendak masuk ke dalam