Monday, December 23, 2024

Gadis KTV

Malam itu aku dinner dengan clientku di sebuahKTV.  Sebuah band tampil menghibur pengunjung KTV dengan musik jazz. Lagu “I’m Old Fashioned” dimainkan dengan cukup baik. Aku memperhatikan sang penyanyi. Seorang gadis berusia kira-kira 26 tahun. Suaranya memang sangat jazzy.

Gadis ini wajahnya tidak terlalu cantik. Tingginya kurang lebih 165 cm/60 kg. Tubuhnya padat berisi. Ukuran payudaranya sekitar 36C. Kelebihannya adalah lesung pipitnya. Senyumnya manis dan hidungnya sedikit mancung. Cukup seksi. Apalagi suaranya. Membuat telingaku fresh sehingga bisa memberikan daya tarik seks.

“Para pengunjung sekalian.. Malam ini saya, Rosa bersama band akan menemani anda semua.
Jika ada yang ingin bernyanyi bersama saya, mari.. saya persilakan. Atau jika ingin request lagu..
silakan”.

Penyanyi yang ternyata bernama Rosa itu mulai menyapa pengunjung KTV. Aku hanya tertarik mendengar suaranya. Percakapan dengan client menyita perhatianku. Sampai kemudian telingaku menangkap perubahan cara bermain dari sang keyboardist. Aku melihat ke arah band tersebut dan melihat Rosa ternyata bermain keyboard juga.

Rosa bermain solo keyboard sambil menyanyikan lagu “Perfect”. Lagu Jazz romantis yang
sangat sederhana. Aku menikmati semua jenis musik dan berusaha mengerti semua jenis musik.
Termasuk jazz yang memang ‘brain music’. Musik cerdas yang membuat otakku berpikir setiap
mendengarnya Rosa ternyata bermain sangat aman. Aku terkesima menemukan seorang penyanyi KTV yang mampu bermain keyboard dengan baik. Tiba-tiba aku menjadi sangat tertarik dengan Rosa. Aku menuliskan request laguku dan memberikannya melalui pelayan KTV tersebut.
“The Andi From jokosolo, please.. And your cellular number. 085266xx. From Andi.”, tulisku di
kertas request sekaligus menuliskan nomor HP-ku. Aku melanjutkan percakapan dengan clientku dan tak lama kemudian aku mendengar suara Rosa.
“The Andi From jokosolo.. Untuk Mr. Andi..?”

Bahasa tubuh Rosa menunjukkan bahwa dia ingin tahu dimana aku duduk. Aku melambaikan tanganku dan tersenyum ke arahnya. Posisi dudukku tepat di depan band tersebut. Jadi, dengan

jelas Rosa bisa melihatku. Kulihat Rosa membalas senyumku. Dia mulai memainkan keyboardnya. Sambil bermain dan bernyanyi, matanya menatapku. Aku pun menatapnya. Untuk menggodanya, aku mengedipkan mataku. Aku kembali berbicara dengan clientku. Tak lama kudengar suara Rosa menghilang dan berganti dengan suara penyanyi pria. Kulihat sekilas Rosa tidak nampak. Tut.. Tut.. Tut.. SMS di HP-ku berbunyi.

“Raih Keberuntunganmu dengan bermain Dominobet, games kartu online dengan menggunakan uang asli, terdiri permainan Capsa, Poker, Kiyu-kiyu, Sakong dan lain-lain. Dapatkan Jackpot hingga ratusan juta rupiah.”

“Rosa.” tampak pesan SMS di HP
-ku. Wah.. Rosa meresponsku. Segera kutelepon dia.
“Hai.. Aku Andi. Kau dimana, Rosa?”

“Hi Andi. Aku di belakang. Ke kamar mandi. Kenapa ingin tahu HP ku?”

“Aku tertarik denganmu. Suaramu sexy.. Sesexy penampilanmu” kataku
terus terang. Kudengar tawa ringan dari Rosa.
“Rayuan ala Andi, nih?”

“Lho.. Bukan rayuan kok. Tetapi pujian yang pantas buatmu yang memang sexy.. Oh ya, pulang dari KTV jam berapa? Aku antar pulang ya?”

“Jam 24.00. Boleh. Tapi kulihat kau dengan temanmu?”

“Oh.. dia clientku. Sebentar lagi dia pulang kok. Aku hanya mengantarnya sampai parkir mobil. Bagaimana?”

“Okay.. Aku tunggu ya.”

“Okay.. sampai jumpa, sexy..”

Aku melanjutkan sebentar percakapan dengan client dan kemudian mengantarkannya ke tempat parkir mobil. Setelah clientku pulang aku kembali ke KTV. Waktu masih menunjukkan pukul 23.30. Masih 30 menit lagi. Aku kembali duduk dan memesan hot tea. 30 menit aku habiskan dengan memandang Rosa yang menyanyi. Mataku terus menatap matanya sambil sesekali aku tersenyum. Kulihat Rosa dengan percaya diri membalas tatapanku. Gadis ini menarik hingga membuatku ingin mencumbunya.

Dalam perjalanan mengantarkan Rosa pulang, aku sengaja menyalakan AC mobil cukup besar sehingga suhu dalam mobil dingin sekali. Rosa tampak menggigil.

“Andi, ACnya dikecilin yah?” tangan Rosa sambil meraih tombol AC untuk menaikkan suhu.
Tanganku segera menahan tangannya. Kesempatan untuk memegang tangannya.

“Jangan.. Udah dekat rumahmu kan? Aku tidak tahan panas. Suhu
segini aku baru bisa. Kalau
kamu naikkan, aku tidak tahan..” alasanku.
Aku memang ingin membuat Rosa kedinginan. Kulihat Rosa bisa mengerti. Tangan kiriku masih memegang tangannya. Kuusap perlahan. Rosa diam saja.
“Kugosok ya.. Biar hangat..”
kataku datar. Aku memberinya stimuli ringan. Felica tersenyum. Dia tidak menolak.
“Ya.. Boleh. Habis dingin banget. Oh ya, kamu suka jazz juga ya?”

“Hampir semua musik aku suka. Oh ya, baru kali ini aku melihat penyanyi jazz wanita yang bisa
bermain keybo
ard. Mainmu asyik lagi.”

“Haha.. Ini malam pertama aku main keyboard sambil menyanyi.”

“Oh ya? Tapi tidak terlihat canggung. Oh ya, kudengar tadi mainmu banyak memakai scale altered dominant ya?” aku kemudian memainkan tangan kiriku di tangannya seolah
-olah aku bermain piano.
“What a Andi! Kamu tahu jazz scale juga? Kamu bisa main piano yah?” Rosa tampak terkejut.
Mukanya terlihat penasaran.

“Yah, dulu main klasik. Lalu tertarik jazz. Belum mahir kok.” Aku berhenti di depan rumah
Rosa.
“Tinggal dengan siapa?” tanyaku ketika kami masuk ke rumahnya. Ya, aku menerima ajakannya
untuk masuk sebentar walaupun ini sudah hampir jam 2 pagi.
“Aku kontrak rumah ini dengan beberapa temanku sesama penyanyi KTV. Lainnya belum
pulang semua. Mungkin sekalian kencan dengan p
acarnya.”
Rosa masuk kamarnya untuk mengganti baju. Aku tidak mendengar suara pintu kamar dikunci. Kukira Rosa akan berteriak terkejut atau marah. Ternyata tidak. Dengan santai dia tersenyum.
“Maaf.. Aku mau tanya kamar mandi dimana?” tanyaku mencari alasa
n. Justru aku yang gugup melihat pemandangan indah di depanku.
“Di kamarku ada kamar mandinya kok. Masuk aja.”
Wah.. Lampu hijau nih. Di kamarnya aku melihat ada sebuah keyboard. Aku tidak jadi ke kamar mandi malah memainkan keyboardnya. Aku memainkan lagu
“Body and Soul” sambil menyanyi
lembut. Suaraku biasa saja juga permainanku. Tapi aku yakin Rosa akan tertarik. Beberapa kali aku membuat kesalahan yang kusengaja. Aku ingin melihat reaksi Rosa.
“Salah tuh mainnya.” komentar Rosa. Dia
ikut bernyanyi.

“Ajarin dong..” kataku.
Dengan segera Rosa mengajariku memainkan keyboardnya. Aku duduk sedangkan Rosa berdiri membelakangiku. Dengan posisi seperti memelukku dari belakang, dia menunjukkan sekilas notasi yang benar. Aku bisa merasakan nafasnya di leherku. Wah.. Sudah jam 1 pagi. Aku menimbang-nimbang apa yang harus aku lakukan. Aku memalingkan mukaku. Kini mukaku dan Rosa saling bertatapan. Dekat sekali. Tanganku bergerak memeluk pinggangnya. Kalau ditolak, berarti dia tidak bermaksud apa-apa denganku. Jika dia diam saja, aku boleh melanjutkannya. Kemudian tangannya menepis halus tanganku. Kemudian dia berdiri. Aku ditolak.

“Katanya mau ke kamar mandi?” tanyannya sambil tersenyum. Oh ya.. Aku melupakan alasanku
membuka pintu kamarnya.
“Oh ya..” aku berdiri.
Ada rasa sesak di dadaku menerima penolakannya. Tapi aku tak menyerah. Segera kuraih tubuhnya dan kupeluk. Kemudian kuangkat ke kamar mandi!

“Eh.. Eh, apa

apaan ini?” Rosa terkejut. Aku tertawa saja.
Kubawa dia ke kamar mandi dan kusiram dengan air! Biarlah. Kalau mau marah ya aku terima saja. Yang jelas aku terus berusaha mendapatkannya. Ternyata Rosa malah tertawa. Dia membalas menyiramku dan kami sama-sama basah kuyup. Segera aku menyandarkannya ke dinding kamar mandi dan menciumnya!

Rosa membalas ciumanku. Bibir kami saling memagut. Sungguh nikmat bercumbu di suhu dingin dan basah kuyup. Bibir kami saling berlomba memberikan kehangatan. Tanganku merain kaosnya dan membukanya. Kemudian bra dan celana pendeknya. Sementara Rosa juga membuka kaos dan celanaku. Kami sama-sama tinggal hanya memakai celana dalam. Sambil terus mencumbunya, tangan kananku meraba, meremas lembut dan merangsang payudaranya. Sementara tangan kiriku meremas bongkahan pantatnya dan sesekali menyelinap ke belahan pantatnya. Dari pantatnya aku bisa meraih vaginanya. Menggosok-gosoknya dengan jariku.

“Agh..” kudengar rintihan Rosa. Nafasnya mulai memburu. Suaranya sexy sekali. Berat dan
basah. Perlahan aku merasakan penisku ereksi.

“Egh..” aku menahan nafas ketika kurasakan tangan Rosa menggenggam batang penisku dan meremasnya. Tak lama dia mengocok penisku hingga membuatku makin terangsang. Tubuh Rosa kuangkat dan kududukkan di bak air. Cukup sulit bercinta di kamar mandi. Licin dan tidak bisa berbaring. Sewaktu Rosa duduk, aku hanya bisa merangsang payudara dan mencumbunya. Sementara pantat dan vaginanya tidak bisa kuraih. Rosa tidak mau duduk. Dia berdiri lagi dan menciumi puting dadaku! Ternyata enak juga rasanya. Baru kali ini putingku dicium dan dijilat. Rosa cukup aktif. Tangannya tak pernah melepas penisku. Terus dikocok dan diremasnya. Sambil melakukannya, badannya bergoyang-goyang seakan-akan dia sedang menari dan menikmati musik. Merasa terganggu dengan celana dalam, aku melepasnya dan juga melepas celana dalam Rosa. Kami bercumbu kembali.

Lidahku menekan lidahnya. Kami saling menjilat dan menghisap. Rintihan kecil dan desahan nafas kami saling bergantian membuat alunan musik birahi di kamar mandi. Suhu yang dingin membuat kami saling merapat mencari kehangatan. Ada sensasi yang
berbeda bercinta ketika dalam keadaan basah. Waktu bercumbu, ada rasa ‘air’ yang membuat
ciuman berbeda rasanya dari biasanya.

Aku menyalakan shower dan kemudian di bawah air yang mengucur dari shower, kami semakin hangat merapat dan saling merangsang. Aliran air yang membasahi rambut, wajah dan seluruh tubuh, membuat tubuh kami makin panas. Makin bergairah. Kedua tanganku meraih pantatnya dan kuremas agak keras, sementara bibirku melumat makin ganas bibir Rosa. Sesekali Rosa menggigit bibirku. Perlahan tanganku merayap naik sambil memijat ringan pinggang, punggung dan bahu Rosa. Dari bahasa tubuhnya, Rosa sangat menikmati pijatanku.
“Ogh.. Its nice, Andi.. Ochh..” Rosa mengerang.
Lidahku mulai menjilati telinganya. Rosa menggelinjang geli. Tangannya ikut meremas pantatku. Aku merasakan payudara Rosa makin tegang. Payudara dan putingnya terlihat begitu seksi. Menantang dengan puting yang menonjol coklat kemerahan.
“Payudaramu seksi sekali, Rosa.. Ingin kumakan rasanya..” candaku sambil tertawa ringan. Rosa memainkan bola matanya dengan genit.

“Makan aja kalo suka..” bisiknya di telingaku.

“Enak lho..” sambungnya sambil men
jilat telingaku. Ugh.. Darahku berdesir. Perlahan ujung lidahku mendekati putingnya. Aku menjilatnya persis di ujung putingnya.
“Ergh..” desah Rosa. Caraku menjilatnya lah yang membuatnya mengerang.
Mulai dari ujung lidah sampai akhirnya dengan seluruh lidahku, aku menjilatnya. Kemudian aku menghisapnya dengan lembut, agak kuat dan akhirnya kuat. Tak lama kemudian Rosa kemudian membuka kakinya dan membimbing penisku memasuki vaginanya.

“Ough.. Enak.. Ayo, Andi” Rosa memintaku mulai beraksi.

Penisku perlahan menembus vaginanya. Aku mulai mengocoknya. Maju-mundur, berputar, Sambil bibir kami saling melumat. Aku berusaha keras membuatnya merasakan kenikmatan. Rosa dengan terampil mengikuti tempo kocokanku. Kamu bekerja sama dengan harmonis saling memberi dan mendapatkan kenikmatan. Vaginanya masih rapat sekali. Mirip dengan Ria. Apakah begini rasanya perawan? Entahlah. Aku belum pernah bercinta dengan perawan, kecuali dengan Ria yang selaput daranya tembus oleh jari pacarnya.
“Agh.. Agh..” Rosa mengerang keras. Lama kelamaan suaranya makin keras.
“Come on, Andi.. Fuck me..” katanya.

Rupanya Rosa adalah tipe wanita yang bersuara keras ketika bercinta. Bagiku menyenangkan juga mendengar suaranya. Membuatku terpacu lebih hebat menghunjamkan penisku. Lama-lama tempoku makin cepat. Beberapa saat kemudian aku berhenti. Mengatur nafas dan mengubah posisi kami.
Rosa menungging dan aku ‘menyerangnya’ dari belakang. Doggy style. Kulihat payudara Rosa
sedikit terayun-ayun. Seksi sekali. Dengan usil jariku meraba anusnya, kemudian memasukkan jariku.

“Hey.. Perih tau!” teriak Rosa. Aku tertawa.

“Maaf.. Kupikir enak rasanya..” Aku menghentikan memasukkan jari ke anusnya tetapi tetap
bermain-main di sekitar anusnya hingga membuatnya geli. Cukup lama kami berpacu dalam birahi. Aku merasakan saat-saat orgasmeku hampir tiba. Aku berusaha keras mengatur ritme dan nafasku.
“Aku mau nyampe, Rosa..”

“Keluarin di dalam aja. Udah lama aku tidak merasakan semburan cairan pria” Aku agak
terhenti. Gila, keluarin di dalam. Kalau hamil gimana, pikirku.

“Aman, Andi. Aku ada obat anti hamil kok..” Rosa meyakinkanku. Aku yang tidak yakin. Tapi
masa bodoh ah. Dia yang menjamin, kan? Kukocok lagi dengan gencar. Rosa berteriak makin keras.
“Yes.. Aku juga hampir

sampe, Andi.. come on.. come on.. oh yeah..”
Saat-saat itu makin dekat.. Aku mengejarnya. Kenikmatan tiada tara. Membuat saraf-saraf penisku kegirangan. Srr.. Srr..
“Aku orgasme. Sesaat kemudian kurasakan tubuh Rosa makin bergetar hebat. Aku berusaha
keras menahan ereksiku. Tubuhku terkejang-kejang mengalami puncak kenikmatan.
“Aarrgghh.. Yeeaahh..” Rosa menyusulku orgasme.

Dia menjerit kuat sekali kemudian membalikkan badannya dan memelukku. Kami kemudian bercumbu lagi. Saatnya after orgasm service. Tanganku memijat tubuhnya, memijat kepalanya dan mencumbu hidung, pipi, leher, payudara dan kemudian perutnya. Aku membuatnya kegelian ketika hidungku bermain-main di perutnya. Kemudian kuangkat dia.

Mengambil handuk dan mengeringkan tubuh kami berdua. Sambil terus mencuri-curi ciuman dan rabaan, kami saling menggosok tubuh kami. Dengan tubuh telanjang aku mengangkatnya ke tempat tidur, membaringkannya dan kembali menciumnya. Rosa tersenyum puas. Matanya berbinar-binar.
“Terima kasih ya Andi.. Sudah lama sekali aku tidak bercinta. Kamu berhasil memuaskanku..”
Pujian yang tulus. Aku tersenyum. Aku merasa belum hebat bercinta. Aku hanya berusaha melayani setiap wanita yang bercinta denganku. Memperhatikan kebutuhannya.

Aku sangat terkejut ketika tiba-tiba pintu kamar terbuka. Sial, kami tadi lupa mengunci pintu!! Seorang wanita muncul. Aku tidak sempat lagi menutupi tubuh telanjangku.
“Ups.. Gak usah terkejut. Dari tadi aku udah
dengar teriakan Rosa. Tadi malah sudah mengintip
kalian di kamar mandi..” kata wanita itu. Aku kecolongan. Tapi apa boleh buat. Biarkan saja.
Kulihat Rosa tertawa.
“Kenalin, dia Caca. Mbak.. Dia Andi.” aku menganggukkan kepalaku padanya.

“Hi Caca..” sapaku.

Kemudian aku berdiri. Dengan penis lemas terayun aku mencari kaos dan celana pendek Rosa dan memakainya. Caca masuk ke kamar. Busyet, ni anak tenang sekali, Pikirku. Sudah jam 4 pagi. Aku harus pulang.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *