Nama ku lion tentu bukan nama sebenar nya , Aku tinggal di suatu kota yang kebetulan sering dijuluki sebagai kota kembang, pengalamanku ini terjadi mungkin kira- kira setahun yang lalu.
Sebut saja Heni (bukan nama sebenarnya), dia adalah tunangan temanku yang bernama Harsen (bukan nama asli) yang tinggal di Jakarta, yang mana pada waktu itu Harsen harus keluar kota untuk keperluan bisnisnya.
Oh ya, Harsen ini punya adik laki-laki yang bernama Hendrik, dimana adiknya itu teman mainku juga. Kalau tidak salah, malam itu adalah malam minggu, kebetulan pada waktu itu aku lagi bersiap-siap untuk keluar.
Tiba-tiba telpon di rumahku berbunyi, ternyata dari Hendrik yang mau pinjam motorku untuk menjemput temannya di stasiun kereta api. Dia juga bilang nitip sebentar tunangan kakaknya, karena di rumah lagi tidak ada siapa-siapa. Aku tidak bisa menolak, lagi pula aku ingin tahu tunangan temanku itu seperti bagaimana rupanya.
Tidak lama kemudian Hendrik datang, karena rumahnya memang tidak begitu jauh dari rumahku dan langsung menuju ke kamarku. “Hei Lion..! Aku langsung pergi nih.. mana kuncinya..?” kata Hendrik. “Tuh.., di atas meja belajar.” kataku, padahal dalam hati aku kesal juga bisa batal deh acaraku. “Oh ya Lion.., kenalin nih tunangan kakakku.
Aku nitip sebentar ya, soalnya tadi di rumah nggak ada siapa-siapa, jadinya aku ajak dulu kesini. Bentar kok Lion.., ” kata Hendrik sambil tertawa kecil. “Lion.., ” kataku sambil menyodorkan tanganku. “Heni.., ” katanya sambil tersenyum. “Busyeett..! Senyumannya..!” kataku dalam hati.
Jantungku langsung berdebar- debar ketika berjabatan tangan dengannya. Bibirnya sensual sekali, kulitnya putih, payudaranya lumayan besar, matanya, hidungnya, pokoknya, wahh..! Akibatnya pikiran kotorku mulai keluar.
“Heh..! Kok malah bengong Lion..!” kata Hendrik sambil menepuk pundakku. “Eh.. oh.. kenapa Drik..?” kaget juga aku. “Lion, aku pergi dulu ya..! Ooh ya Hen.., kalo si Lion macem-macem, teriak aja..!” ucap Hendrik sambil langsung pergi. Heni hanya tersenyum saja. “Sialan lu Drik..!” gerutuku dalam hati.
Seperginya Hendrik, aku jadi seperti orang bingung saja, serba salah dan aku tidak tahu apa yang harus kulakukan. Memang pada dasarnya aku ini sifatnya agak pemalu, tapi kupaksakan juga akhirnya. “Mo minum apa Hen..?” kataku melepas rasa maluku. “Apa aja deh Lion. Asal jangan ngasih racun.” katanya sambil tersenyum. “Bisa juga bercanda nih cewek, aku kasih obat perangsang baru tau..!” kataku dalam hati sambil pergi untuk mengambil beberapa minuman kaleng di dalam kulkas.
Akhirnya kami mengobrol tidak menentu, sampai dia menceritakan kalau dia lagi kesal sekali sama Harsen tunangannya itu, pasalnya dia itu sama sekali tidak tahu kalau Harsen pergi keluar kota. Sudah jauh-jauh datang ke Bandung, nyatanya orang yang dituju lagi pergi, padahal sebelumnya Harsen bilang bahwa dia tidak akan kemana-mana.
“Udah deh Hen.., mungkin rencananya itu diluar dugaan.., jadi Kamu harus ngerti dong..!” kataku sok bijaksana. “Kalo sekali sih nggak apa Lion, tapi ini udah yang keberapa kalinya, Aku kadang suka curiga, jangan-jangan Dia punya cewek lain..!” ucap Heni dengan nada kesal.
“Heh.., jangan nuduh dulu Hen, siapa tau dugaan Kamu salah, ” kataku. “Tau ah.., jadi bingung Aku Lion, udah deh, nggak usah ngomongin Dia lagi..!” potong Heni. “Terus mau ngomong apa nih..?” kataku polos. Heni tersenyum mendengar ucapanku.
“Kamu udah punya pacar Lion..?” tanya Heni. “Eh, belom.. nggak laku Hen.. mana ada yang mau sama Aku..?” jawabku sedikit berbohong. “Ah bohong Kamu Lion..!” ucap Heni sambil mencubit lenganku. Seerr..! Tiba- tiba aliran darahku seperti melaju dengan cepat, otomatis adikku berdiri perlahan- lahan, aku jadi salah tingkah.
Sepertinya si Heni melihat perubahan yang terjadi pada diriku, aku langsung pura-pura mau mengambil minum lagi, karena memang minumanku sudah habis, tetapi dia langsung menarik tanganku.
“Ada apa Hen..? Minumannya sudah habis juga..?” kataku pura-pura bodoh. “Lion, Kamu mau nolongin Aku..?” ucap Heni seperti memelas. “Iyaa.., ada apa Hen..?” jawabku. “Aku.., Aku.. pengen bercinta Lion..?” pinta Heni. “Hah..!” kaget juga aku mendengarnya, bagai petir di siang hari, bayangkan saja, baru juga satu jam yang lalu kami berkenalan, tetapi dia sudah mengucapkan hal seperti itu kepadaku.
“Ka.., Kamu..?” ujarku terbata-bata. Belum juga kusempat meneruskan kata- kataku, telunjuknya langsung ditempelkan ke bibirku, kemudian dia membelai pipiku, kemudian dengan lembut dia juga mencium bibirku.
Aku hanya bisa diam saja mendapat perlakuan seperti itu. Walaupun ini mungkin bukan yang pertama kalinya bagiku, namun kalau yang seperti ini aku baru yang pertama kalinya merasakan dengan orang yang baru kukenal. Begitu lembut dia mencium bibirku, kemudian dia berbisik kepadaku,
“Aku pengen bercinta sama Kamu, Lion..! Puasin Aku Lion..!” Lalu dia mulai mencium telinganku, kemudian leherku, “Aahh..!” aku mendesah. Mendapat perlakuan seperti itu, gejolakku akhirnya bangkit juga. Begitu lembut sekali dia mencium sekitar leherku, kemudian dia kembali mencium bibirku, dijulurkan lidahnya menjalari rongga mulutku.
Akhirnya ciumannya kubalas juga, gelombang nafasnya mulai tidak beraturan. Cukup lama juga kami berciuman, kemudian kulepaskan ciumannya, kemudian kujilat telinganya, dan menelusuri lehernya yang putih bak pualam. Ia mendesah kenikmatan, “Aahh Lion..!”
Mendengar desahannya, aku semakin bernafsu, tanganku mulai menjalar ke belakang, ke dalam t- shirt-nya. Kemudian kuarahkan menuju ke pengait BH-nya, dengan sekali sentakan, pengait itu terlepas. Kemudian aku mencium bibirnya lagi, kali ini ciumannya sudah mulai agak beringas, mungkin karena nafsu yang sudah mencapai ubun- ubun, lidahku disedotnya sampai terasa sakit, tetapi sakitnya sakit nikmat.
“Lion.., buka dong bajunya..!” katanya manja. “Bukain dong Hen.., ” kataku. Sambil menciumiku, Heni membuka satu persatu kancing kemeja, kemudian kaos dalamku, kemudian dia lemparkan ke samping tempat tidur.
Dia langsung mencium leherku, terus ke arah puting susuku. Aku hanya bisa mendesah karena nikmatnya, “Akhh.., Hen.” Kemudian Heni mulai membuka sabukku dan celanaku dibukanya juga. Akhirnya tinggal celana dalam saja. Dia tersenyum ketika melihat kepala kemaluanku off set alias menyembul ke atas.
Heni melihat wajahku sebentar, kemudian dia cium kepala kemaluanku yang menyembul keluar itu. Dengan perlahan dia turunkan celana dalamku, kemudian dia lemparkan seenaknya. Dengan penuh nafsu dia mulai menjilati cairang bening yang keluar dari kemaluanku, rasanya nikmat sekali.
Setelah puas menjilati, kemudian dia mulai memasukkan kemaluanku ke dalam mulutnya. “Okhh.. nikmat sekali, ” kataku dalam hati, sepertinya kemaluanku terasa disedot-sedot. Heni sangat menikmatinya, sekali- sekali dia gigit kemaluanku. “Auwww.., sakit dong Hen..!” kataku sambil agak meringis. Heni seperti tidak mendengar ucapanku, dia masih tetap saja memaju- mundurkan kepalanya.