Mamaku ini anak paling tua dari saudara-saudarnya, adiknya ada 4 perempuan semua, adiknya mamaku yg paling kecil dari dulu ikut dengan mamaku namanya tante Lia, Kira-kira aku dan tante Lia hanya terpaut umur 6 tahun. dulu pada umurnya yg masih duduk di bangku smp tante Lia tidak mau meneruskan ke bangku SMA malah ikut kakaknya yg di jakarta.
Wajah Tante Lia cukup menarik, bulat, cukup cantik, kulit sawo matang, dengan tinggi seperti anak perempuan usia 15 tahun, tetapi dalam pandanganku sepertinya tubuh Tante Lia lebih montok dibanding teman seusianya yg lain.
Sebagai gadis remaja yg sedang mekar tubuhnya, tanteku ini orangnya jg agak genit. Dia senang berlama-lama jika sedang merias dirinya di depan cermin, aku sering menggodanya dan Tante Lia selalu tertawa saja.
Aku sendiri anak tertua dari 3 bersaudara (semua saudaraku perempuan). Rumahku waktu itu hanya mempunyai 3 kamar, satu kamar orang tuaku dan dua untuk anak anak. Kedua adikku tidur dalam satu kamar, dan aku menempati kamar lain yg lebih kecil.
Sejak Tante Lia tinggal dengan kami, tante tidur dengan kedua adikku ini. Pergaulan Tante Lia dengan tetangga sekitar jg sangat baik, ia cepat akrab dengan anak remaja sebayanya, antara lain tetangga kami Nita.
Usianya tak jauh beda dengan tanteku kira-kira 15 tahun, tapi berbeda dengan tanteku, Nita berkulit putih mulus dan jauh lebih tinggi (kata orang bongsor), wajahnya ayu, rambutnya selalu disisir poni, murah senyum dan baik hati. Ia sangat baik terhadap semua saudaraku terlebih terhadapku, mungkin karena ia anak tunggal dan sangat mendambakan seorang adik laki-laki seperti yg sering dikatakannya kepadaku.
Mbak Nita sering bermain di rumah kami, bahkan beberapa kali ikut tidur di rumah kami bila hari libur, oh ya Mbak Nita ini kelas 2 SMA. Sekitar dua bulan setelah Tante Lia tinggal di rumahku, suatu saat mama dan almarhum papaku harus meninggalkan kami karena suatu urusan di Jawa Tengah (almarhum berasal dari sana) katanya urusan warisan atau apalah waktu itu aku tidak begitu paham.
Adikku yg kecil (2,5 thn.) diajak serta, sedangkan kami dititipkan pada tetangga sebelah rumah (kami saling dekat dengan tetangga kiri-kanan) dan tentu saja pada Tante Lia.
Tante Lia orangnya sangat telaten mengurus para keponakan, mungkin karena di desa dulu memang tanteku itu orang yg “Ulet” dalam pekerjaan rumah tangga. Setiap hari Tante Lia bersama adikku selalu mengantarku sekolah yg jaraknya tidak terlalu jauh dengan rumah.
Lalu ia pulang dan menjempuntuku lagi pada jam pulang sekolah (kira-kira pukul 10:30). Aku sangat senang dijemput Tante Lia, karena aku punya kesempatan untuk menggandengnya dan menepuk pantatnya yg montok itu.
Entah mengapa meskipun aku saat itu masih kecil, tetapi kemontokan dada Tante Lia serta jg pinggulnya yg menonjol itu membuat aku selalu berusaha menyentuhnya terutama secara “pura pura” tidak sengaja. Semuanya itu aku lakukan secara intuitif saja, tanpa ada siapapun yg mengajari.
Pada hari keempat sejak ditinggal pergi kedua orang tuaku (hari Sabtu), Sepulang sekolah, kami bermain di ruang depan sambil nonton televisi. Aku, adikku, Tante Lia dan Mbak Nita. Orang tua Mbak Nita inilah yg dititipi oleh orang tuaku.
Masa kecilku memang lebih banyak dihabiskan di dalam rumah, jarang aku bermain di luar rumah kecuali bila sekolah, dan pergaulanku jg lebih banyak dengan adikku, atau beberapa anak sebaya tetangga terdekat, itupun kebanyakan mereka perempuan.
Kami biasanya bermain mobil-mobilan atau sesekali bermain dokter-dokteran, aku jadi dokter lalu Tante Lia dan Mbak Nita menjadi pasien. Kadang-kadang bila aku sedang berpura-pura memeriksa dengan stetoskop mainanku secara mencuri-curi aku menyenggol toket Mbak Nita atau tanteku, tapi mereka tidak marah hanya tersenyum sambil berkata,
“Eh, kok dokternya nakal, ya”. sambil tertawa, terkadang membalas dengan cubitan ke pipi atau lenganku, yg selalu kuhindari.
Memang mulanya aku tak sengaja tapi sepertinya asyik jg menyenggol toket mereka, maka hal itu menjadi kebiasaanku, setiap kali permainan itu.
Terasa sekali toket mereka kenyal dan empuk, setelah aku besar baru aku menyadari bahwa saat itu mereka pasti tak memakai beha, karena tak terasa ada sesuatu yg menghalangi sentuhan jariku pada daging montok itu kecuali lapisan baju mereka.
Setiap kali tanganku menyentuh meremas atau menowel bukit empuk itu, aku merasakan ada getaran aneh terutama di sekitar kemaluanku, tak jarang membuatnya menegang, walaupun waktu itu masih kecil dan belum sunat.
Sering aku mengkhayalkan memegang toket mereka bila sedang sendirian di kamarku sambil memegang burung kecilku, hingga tegang walaupun tak sampai mengeluarkan sperma, hanya cairan bening, seperti cairan lem uhu tapi tidak seperti lem lengketnya. Siang itu setelah adikku tertidur kami kembali bermain dokter-dokteran dan hal itu kulakukan lagi.
untuk diperiksa kuminta Tante Lia untuk berbaring di lantai, dia menurut saja. Yg pertama kuperiksa adalah dahinya lalu aku langsung meletakkan stetoskopku di dadanya, namun aku sengaja memposisikan tanganku sedemikian rupa sehingga tanganku berhasil menempel di dada Tante Lia, kurasakan empuk sekali dan seiring dengan napasnya, tangankupun ikut naik turun pelan-pelan.
Tante Lia hanya tertawa saja, sementara Mbak Nita memperhatikan sambil tertawa, rupanya mereka geli atas kekurangajaranku ini, sepertinya Tante Lia keenakan dengan tingkahku ini, tanganku tak hanya memeriksa di satu tempat tetapi terus bergeser, dan aku tak pernah mengangkat tanganku dari gundukan kenyal itu.
Sampai tiba-tiba Tante Lia memegang tanganku dan menggosok-gosokannya di dadanya. Aku merasa senang sekali, apalagi Tante Lia jg tiba-tiba merangkul dan menciumiku dengan gemas, tapi ya cuma begitu saja.
Karena selanjutnya Mbak Nita yg minta diperiksa, Mbak Nita malahan lebih gila lagi, dia sengaja membuka kancing blus-nya sehingga aku bisa melihat gundukan daging yg putih itu. Tanganku gemetar ketika meletakkan stetoskop plastikku di tepi gundukan dadanya, apalagi ketika dengan suara nyaring Mbak Nita berkata,
“Mas.. (dia biasa memanggilku Mas seperti adik adikku, begitu jg Tante Lia), dingin stetoskopmu!”.
Tanpa mempedulikan ucapannya, stetoskopku terus bergeser sehingga tersingkaplah bajunya dan mataku terbelalak melihat puting susunya yg kecil dan berwarna coklat muda itu. Saat itulah Mbak Nita menepis tanganku sambil tertawa,
“Sudah sudah, geli!”. Mereka berdua langsung berdiri dan meninggalkanku sambil berbisik-bisik, aku merengek agar mereka tetap menemaniku bermain, tetapi mereka terus keluar sambil tertawa.
Aku merasakan kalau Batang Kemaluanku kaku sekali dan jg celanaku jadi basah, entah mengapa aku jadi penasaran sekali dengan semua ini, aku bertekad kalau besok main dokter-dokteran lagi, akan aku singkap baju Tante Lia atau Mbak Nita biar aku bisa melihat lebih jelas puting susu yg menonjol bulat itu.
Malamnya sebelum tidur aku kembali membayangkan kejadian siang itu, kurasakan k0ntol kecilku meregang sehingga kubuka celana pendekku dan kukeluarkan Batang Kemaluanku yg sdh tegak ke atas itu. Kupegang dan kuremas pelan-pelan, sambil memejamkan mata kubayangkan kekenyalan dada Tante Lia, puting susu Mbak Nita, terasa nikmat sekali melamun sambil merasakan sesuatu yg gatal dan nikmat di sekitar Batang Kemaluanku itu.
“Hayo., lagi ngapain!, Aku jadi kaget dan terlonjak serta membuka mataku.
Di depanku kulihat Tante Lia sambil tersenyum memandang bagian bawah tubuhku yg terbuka itu. Mukaku terasa panas, mungkin merah padam mukaku, sambil membetulkan celana yg hanya kupelorotkan sampai dengkul aku segera memeluk guling tanpa berkata apa apa lagi dan membelakangi tanteku.
Sambil terus tertawa tanteku ikut naik ke ranjangku dan memelukku dari belakang dan menciumku sambil berbisik,
“Nggak apa apa Mas.”. Jantungku deg-deg, apalagi ketika dengan lembut tanteku membelai rambuntuku terus tubuhku sambil berbisi,
“Ehh, jangan malu, kamu senang ya pegangin burung, sini tante pegangin”.
Mulanya aku ragu, takut kalau tanteku hanya memancing reaksiku saja, tetapi ketika rabaannya turun ke arah selangkanganku aku jadi berubah senang. Kuberanikan diri untuk menolehnya dan kudapati wajah tanteku yg tersenyum manis sekali membuat hatiku berbunga bunga.
Burungku yg tadinya sdh mengecil itu mendadak meregang lagi dan mendesak celanaku. Tanteku kemudian menciumi wajahku dengan kasih sayang, tangannya mulai meraba lagi bagian sensitifku dari bagian luar celanaku, aku yakin tanteku bisa merasakan Batang Kemaluanku yg meregang dan keras itu, elusan tanteku terasa kurang nikmat, aku berpikir seandainya tanteku memegang langsung burungku, tentu lebih nikmat.
Belum habis aku berpikir, tiba-tiba saja Tante Lia memelorotkan celana pendekku sampai terlepas, sehingga burungku yg sdh tegang itu bebas mengacung diudara terbuka. dengan kelima jarinya tanteku menggenggam burungku dan meremasnya pelan.
Aku merasa gatal dan geli serta nikmat yg tak kumengerti tapi membuat aku merasa seperti melayang dan menggeliat serta merintih pelan. dengan memandang tajam mataku, remasan jari lentik Tante Lia di burungku menjadi semakin cepat bahkan jg dikocoknya naik turun kadang-kadang jg dielusnya buah pelirku.
Bermain di KOINTOTO menangkan jackpotnya
Aku semakin meringis merasakan kenikmatan ini, secara naluriah aku berusaha merangkul tanteku agar rasa geli itu makin terasa nikmat. Aku jg berusaha menempelkan wajahku ke wajah Tante Lia yg kulihat jg merah padam dan bibirnya gemetar, nafas Tante Lia semakin memburu dan dia makin merapatkan tubuhnya ke tubuh kecilku, tanganku diraihnya lalu dituntun ke dadanya yg montok dan kenyal itu.
Tanganku terasa menempel di puting susu Tante Lia yg terasa keras seperti kelereng itu, aku meremasnya dengan agak Nitat, karena telapak tanganku yg kecil itu tak bisa meremas keseluruhan permukaan dada Tante Lia yg lebar dan keras itu Kuperhatikan tanteku saat itu mengenakan daster kaos yg tipis tanpa mengenakan apa apa lagi dibaliknya.
Merasa kurang puas hanya meremas dari luar, akupun menyelusupkan tanganku ke lubang tangan daster Tante Lia sehingga tanganku secara langsung bersentuhan dengan dada yg telah lama aku kangeni itu, hangat dan licin sekali.
Kalau tadinya tanteku yg asyik meremas-remas burungku, sekarang justru aku yg beringas meremas-remas toket tanteku bahkan tanganku yg lain jg ikut ikutan meremas toket Tante Lia yg satunya.
Tante Lia hanya memejamkan matanya rapat rapat sambil menggigit bibirnya. Aku tak mempedulikan apapun sikap Tante Lia, bagiku kesempatan emas ini harus benar-benar dinikmati dan peduli dengan tanteku.
Tanganku bukan hanya meremas, tetapi jg memelintir puting susu tanteku yg kecil dan keras itu, lucu sekali melihat kedua tanganku menelinap dan bergerak-gerak di dalam daster tanteku.
Kurasakan tangan tanteku sdh tak mengocok Batang Kemaluanku, tetapi hanya kadang kadang saja dia meremasnya dengan keras membuat aku kesakitan. Dari luar dadanya yg berdaster muluntuku ikut ikutan menciumi dada tanteku itu, rasanya bila memungkinkan aku ingin memanfaatkan seluruh tubuhku untuk menikmati kekenyalan dada Tante Lia ini.
Tak kusadari nafas tanteku makin lama makin memburu, rupanya dia jg sangat menikmati kekasaran tanganku ini. Tiba-tiba saja Tante Lia mengangkat dasternya sehingga dadanya tersibak, baru saat itu aku bisa melihat kemontokan toket tanteku ini, tanganku hanya dapat menutupi sebagian ujung atas toketnya, sedangkan bagian yg lain masih belum tersentuh oleh remasanku.
Dada yg montok itu dipenuhi oleh barut-barut merah bekas remasanku. Setelah dadanya terbuka dengan gemetar Tante Lia berbisik,
” Mas, isep pentilnya pelan-pelan ya”. Tak perlu diperintah dua kali, aku segera melumat puting susu tanteku dan mengenyotnya sekuatku,
Tante Lia mendesis desis dan menekan kepalaku kuat kuat kedadanya, aku memeluk pinggangnya dan kutindih badan Tante Lia dengan tubuhku yg telanjang bawah itu. Terasa burungku yg kaku itu menghunjam di tubuh mulus tanteku yg hanya dilapisi celana dalam itu.
Tanteku makin kencang memeluk tubuhku, bahkan ia menyuruh aku untuk menjilati jg putingnya. Kulakukan semua itu dengan penuh semangat, entah apa pengaruh kepatuhanku ini pada Tante Lia, yg jelas aku sangat menikmatinya, Batang Kemaluanku yg menggeser-geser diperut Tante Lia terasa mengeluarkan cairan yg membasahi perut Tante Lia.
Saat itu Tante Lia sdh tak mempedulikan Batang Kemaluanku lagi, dia asyik menikmati kepatuhanku itu. Mungkin karena sdh tak tahan dengan semua itu, tiba-tiba saja Tante Lia jg melepaskan celana dalamnya.
Selama ini aku hanya bernafsu pada toketnya saja, aku tak pernah berpikiran lebih dari itu. Ketika dengan berbisik ia menyuruhku memindahkan ciumanku, aku agak bingung jg. ” Mas, ayo sekarang ciumi selangkangan Mbak ya, nanti punya kamu jg Mbak ciumi”.
Aku menghentikan kesibukanku di dada Tante Lia dan memandang ke selangkangannya. Aku takjub sekali melihat selangkangan Tante Lia itu karena ada rambut keriting yg tumbuh di ujung selangkangannya yg cembung itu, ini adalah pemandangan yg sama sekali baru bagiku, selama ini aku hanya pernah melihat selangkangan adikku yg aku tahu tak ada burungnya seperti aku.
Namun selangkangan wanita yg berbulu, ya baru kepunyaan Tante Lia ini! Oh, terus terang saja, meskipun aku secara naluri sdh bangkit birahi, tetapi tak pernah kubayangkan bahwa aku akan melangkah sejauh ini dalam bidang seksual apalagi di usiaku yg belum sampai sepuluh tahun itu.
Aku agak ragu jg melepaskan mainan yg begitu nikmat di toket Tante Lia, tetapi perintah Tante Lia membuatku merubah posisi badanku dan dengan ragu-ragu kudekatkan wajahku ke bukit cembung yg ada bulu keritingnya itu.
Merasakan keraguanku, Tante Lia tanpa basa basi langsung menekan kepalaku sehingga bibir dan hidungku menempel di bulu-bulu keriting yg halus itu. Karena tadi aku disuruh menggigiti toket, maka kali ini akupun jg mulai menggigiti bukit cembung itu.
Namun kudengar Tante Lia berteriak lirih,
“Jangan keras keras gigitnya Mas, sakit!”. Ketidaktahuanku benar-benar konyol, aku kira bukit cembung itu sama seperti toket, tetapi karena bidangnya kecil, tanganku tak mungkin untuk meremasnya, sebagai sasaran lain aku jadi meremas paha Tante Lia serta jg pantatnya.
Ketika Tante Lia membisiki agar ciumanku lebih turun lagi ke depan, aku agak bingung jg. Nah ketika aku maju ke depan barulah aku melihat celah sempit yg berbentuk bibir dan saat itu sdh basah. Warnanya sungguh menarik merah muda dan bibirnya seperti berlipat lipat.
Seperti biasa aku menciumi bagian ini dengan penuh semangat. “Jilat saja Mas, nikmat lho!”, bisikan Tante Lia membuatku merubah lagi permainanku. Entah kenapa di tengah asyiknya aku menjilati celah basah yg asin dan agak amis itu, Tante Lia mengerang dan menjambak rambuntuku sambil menjepitnya dengan kedua pahanya.
Aku tak bisa bernafas dan aku segera berontak melepaskan diri. Tante Lia melepaskan dasternya yg tadi masih bergulung di atas dadanya sehingga dia sekarang jadi telanjang bulat. dengan suara serak disuruhnya aku berbaring telentang, dengan telanjang bulat Tante Lia memegang burungku yg masih tegang itu, karena waktu itu aku belum dikhitan, tanteku menceletkan kulup Batang Kemaluanku yg terasa sangat geli bagiku kemudian dengan tiba-tiba Tante Lia mengangkangi burungku dia menurunkan pantatnya, dan dituntunnya burungku memasuki celah sempit yg tadi aku jilati itu.
Dilakukannya semua ini dengan pelan-pelan sampai akhirnya aku merasakan kehangatan jepitan kemaluan tanteku yg ternyata telah sangat basah. Aku tak mengerti apa yg dilakukan tanteku ini, tetapi terasa geli, ngilu di sekitar kemaluanku, jg ada rasa perih.
Tanteku hanya diam saja setelah menelan burungku, dia malah mendekatkan dadanya ke wajahku sehingga aku mulai lagi menyedot puting susunya itu. Tanteku kembali mendesis-desis, dan terasa dia memutar-mutar pantatnya membuat burungku seperti dikocok-kocok oleh tangan tanteku yg lembut itu, nikmat sekali.
Tanteku terus saja menggoyangkan pantatnya ke kanan-kiri, putar sehingga ada rasa yg lebih nikmat di sekitar kemaluanku. Rasa geli yg ditimbulkan membuat aku makin ganas menciumi bahkan jg menggigit daging montok yg bergantung di depanku itu.
Ketika Tante Lia mengangkat pantatnya, aku merasa kalau batang burungku yg sekarang penuh lendir dari dalam celah Tante Lia itu menjadi gatal dan geli, ternyata rasanya jauh lebih menyenangkan daripada diremas dengan tangan Tante Lia, apalagi dengan tanganku sendiri.
tidak lama aku merasakan ada lendir yg meleleh di pangkal burungku, yg berasal dari lubang Tante Lia itu. Ketika kutanyakan apakah Tante Lia pipis, dia tak menjawab, melainkan memejamkan matanya serta mendesis dengan keras sekali.
Pantatnya ditekan keras-keras ke tubuhku sehingga terasa pangkal kemaluanku menyentuh bibir memeknya yg hangat. Kurasakan tubuhnya menegang dan berdenyut-denyut pada bagian kemaluannya, membuat burung kecilku seperti diurut dan dipilin oleh tangan yg lembut. Oh.., sungguh kurasakan nikmat yg sungguh luar biasa.
Bayangkan…, aku yg baru SD kelas 3 telah merasakan tubuh tanteku yg notabene beberapa tahun lebih tua, yg mungkin maniak seks (terakhir kutemukan koleksi gambar gambar porno di balik tumpukan pakaiannya. Jujur saja Mbak, akupun tak tahu apakah sebelum itu tanteku sdh pernah berhubungan seks, tetapi kukira dia sdh pernah melakukannya, mungkin dengan temannya ketika di K.
Mbak pengalaman ini sangat membekas di hatiku, setelah kejadian itu setiap ada kesempatan aku selalu melakukan hal itu bersama tanteku, bahkan pada suatu saat Mbak Nita diajak melakukan bersama kami bertiga (nanti lain waktu aku cerita lagi tentang hal ini).
Kalau dulu kami masih berpura-pura, maka sekarang kami sdh pintar saling merangsang, dan yg paling kunikmati adalah saat spermaku memancar keluar, itulah puncak dari segala kenikmatan, geli, dan nikmat bercampur menjadi satu.
Kami sama sama menyukai permainan ini sehingga sering dalam satu hari kami melakukannya tiga empat kali, sering jg tanteku pindah ke kamarku malam-malam dan kami melakukan hubungan seks ini dengan pintu terkunci.
Tante Lia jg senang mengulum burungku, bahkan seringkali jg aku muncrat di dalam mulutnya. Semua kegiatan ini kulakukan kira-kira sampai kurang lebih 2 tahun sampai akhirnya tanteku pulang ke K. dan selanjutnya menikah di sana.
Mbak Yuri, disaat aku sdh berkeluarga keinginan untuk mengulang persetubuhan avonturir dengan tanteku sering muncul, yg aku bayangkan hanya betapa sekarang aku akan lebih pintar membuat tanteku merasa nikmat, dan akupun pasti jg akan lebih menghayati dalam merasakan kelembutan tanteku itu.
Semua keinginanku itu baru dapat terulang 15 tahun kemudian, ketika adikku yg paling kecil menikah di K. Malam itu setelah acara resepsi pernikahan selesai kami kembali ke rumah kira-kira pukul 1 pagi, dan karena banyak saudara yg datang maka kami jg menyewa beberapa kamar hotel melati yg letaknya tidak jauh dari rumah (kira kira 200 meter), kebetulan waktu itu aku satu rombongan dengan Tante Lia bersama dua orang anaknya (10 thn dan 7 thn), suaminya tidak ikut, karena ada tugas kantornya yg tak bisa ditinggalkan.
Tanteku tidur di ranjang bersama kedua anaknya, aku tidur di lantai dengan kasur extra. Mungkin karena terlalu lelah kedua anaknya langsung tertidur tak lama setelah lampu kamar dipadamkan. Walaupun lelah aku tak bisa memejamkan mata, karena mengingat-ingat kejadian beberapa belas tahun lalu bersama tante yg sekarang sedang terbaring di atas tempat tidur.
Ternyata hal ini jg dialami oleh tante, aku merasakan ia gelisah bolak balik.
“Nggak bisa tidur Mas?”.
“Iya nich, sumuk”.
Sambil melongok tante tersenyum kepada yg ada dibawahnya. Sambil turun dari ranjang dia bilang,
“Eh boleh nggak aku tidur di sini?, sumuk di atas, di sinikan anyep”. Aku menggeser ke tepi memberi tempat untuk tante. Jantung ini serasa berpacu cepat ketika tubuh tante yg hangat menempel ke sisi tubuhku.
Aku merasa ‘adikku’ sdh mulai bereaksi walaupun belum tegak benar (aku waktu itu hanya mengenakan kaos oblong dan sarung saja, tidak mengenakan CD). Aku semakin tidak tahan ketika tanteku memiringkan tubuhnya ke arahku sehingga sekarang dadanya menempel pada lenganku.
Semakin nggak karuan nich rasanya. ternyata tante tidak mengenakan BH, hanya daster terusan saja, yach toketnya cukuplah, kira-kira 34B tapi terasa sdh sangat kencang di lenganku. Aku semakin berani, kuraih pinggang tante dan aku rapatkan pada tubuhku.
Tiba-tiba, tidak tahu siapa yg mulai kami telah saling berpagutan. Lidah tanteku dengan lincah menyelinap ke dalam muluntuku yg segera kubelit dengan lidahku sendiri. Mbak Yuri, selama itu aku hanya pernah berhubungan seks dengan isteriku sendiri, dan selama itu jg trauma hubungan seksku dengan Tante Lia membuat aku selalu beranggapan bahwa Tante Lia “lebih nikmat” dari isteriku.
Bagiku inilah saatnya untuk membuktikan kebenaran memori masa lalu itu. Tangan Tante Lia mulai meraba dadaku terus ke bawah sampai di selangkanganku dan menemukan ‘adikku’ yg sdh mengacung keras.
Perlahan tangan Tante Lia mulai membelai-belai, mengocok-ngocok. Aku tak mau ketinggalan dengan ganas merogoh ke arah selangkangannya sambil mulut ini tak henti hentinya bergantian menghisap puting yg telah menegang.
Clitoris Tante Lia kubelai dengan sedikit kasar membuatnya mengelinjang tidak keruan. Ketika aku bermaksud akan menggunakan lidah untuk membuat sensasi yg lain, tanteku mencegahnya,
“Jangan Mas, tante nggak tahan gelinya”, katanya.
Aku mengurungkan niatku dan dengan pandangan matanya aku mengerti bahwa tante sdh tidak tahan ingin disetubuhi maka aku mengambil posisi untuk menindihnya, perlahan aku gesekan dulu ‘adikku’ ke seputar belahan dan permukaan liang tanteku itu, ia terlihat mengelinjang dan berusaha meraih Batang Kemaluanku, dibimbingnya menuju lembah kehangatannya.
Begitu ujung adikku sdh terselip diantara kedua bibir memeknya, dengan berbisik tante menyuruhku untuk menekan! Perlahan kuturunkan pantatku, oh.., ternyata kurang lebih sama dengan rasa istri aku tapi agak lebih hangat rasanya.
Mulai aku naik turunkan dengan perlahan membuat sensasi yg semakin lama semakin kupercepat irama kocokanku, sayangnya tante Munrni sama sekali tidak memberi reaksi apa-apa, dia hanya diam saja, sambil tangannya terus mencakar-cakar punggungku.
Rupanya tante sangat terpengaruh oleh suasana yg menegangkan ini, sehingga Nitat untuk memberikan respon. Namun kira-kira pada menit ke 5 aku merasakan otot-otot memeknya mulai berkontraksi menandakan sdh waktunya bagi tante.
Aku mempercepat kocokan dan membenamkan sedalam dalamnya sampai kurasakan dasar kewanitaannya, Kudengar tante menjerit tertahan karena segera dia letakkan bantal ke wajahnya untuk meredam suara yg timbul.
Bagian vitalku terasa ada yg mencengkram lembut tapi ketat sekali, otot-otot memek tanteku serasa memijat-mijat. Mbak Yuri…, terus terang rasanya lebih nikmat dari yg selama ini aku pernah dapat dari isteriku, barang isteriku tidak bisa mencengkeram, meskipun sebenarnya lebih sempit dan kering dibanding kepunyaan tante yg terasa lebih longgar dan agak licin itu.
Aku sendiri belum keluar saat itu, kulihat tanteku terkulai kelelahan, kubersihkan sisa-sisa air mani serta jg cairan dari dalam memeknya dengan menggunakan handuk kecil yg ada di dekat situ. Setelah kurasakan kering, dengan perlahan kumasukkan lagi burungku yg masih tegang dan kugenjot lagi.
Aku menggigit bibir tanteku ketika kurasakan gesekan Batang Kemaluanku dengan dinding memek tante yg kesat dan kering itu, rasanya luar biasa.
Tante tiba tiba berbisik,
“Mas, jangan digoyang dulu ya, biar tante yg goyangin”. Aku menurut saja, dan mulailah tanteku meletakkan kedua kakinya di pantatku, lalu mulai bergoyang, pertama memutar ke kiri dan ke kanan, kadang-kadang disodoknya ke atas.
Aku hanya memejamkan mata merasakan kenikmatan yg tak pernah aku dapat ini,
“Enak mana punya tante sama Asri, Mas?”. Aku tak menjawab pertanyaan tante ini, karena jujur saja Mbak Yuri, punya tanteku lebih nikmat dari memek Asri isteriku.
Tak tahan dengan putarannya, apalagi tanteku terus membisikkan kata-kata yg membuatku makin terangsang, akupun ikut-ikutan menggerakkan burungku maju mundur. Sementara toket tanteku sdh rata kuciumi dan kugigiti, tadinya aku takut untuk membuat cupangan didadanya, tetapi justru Tante Lia yg menyuruhku.
Beberapa saat kemudian aku rasakan sesuatu seakan mendesak untuk dikeluarkan. Kutekan sedalam-dalamnya dan meledaklah semua kenikmatan di dasar kewanitaannya. Tanteku tersenyum dalam kegelapan melihat aku mencapai kepuasan itu.
“Mas, ini baru komplit ya”!, bisiknya.
Setelah merasakan tuntasnya semprotan spermaku, Tante Lia mendorong tubuhku ke samping, dan dengan lembut dikulumnya burungku, aku menolak karena terasa geli sekali membuat sakit di batang burungku, tetapi tante tak mempedulikanku, terus saja dia menjilati sehingga burungku hingga bersih.
Sampai sekarang aku selalu merindukan persetubuhan dengan Tante Lia ini. Seringkali aku melamun dan menganalisis apa yg menyebabkan begitu nikmatnya rasa persetubuhan dengan dia.