Wednesday, December 25, 2024

Rintangan di Jalur Nafsu Keserakahan Sang Ayah Rela Mengorbankan Tubuh Anaknya

Pak Wijaya adalah seorang pengusaha yang kaya raya di daerahnya. Usianya relatif muda, 46 tahun, kalau dibanding dengan kesuksesannya. Kesuksesannya selain disebabkan oleh naluri bisnisnya yang handal serta keuletannya juga karena kehebatannya menjalin hubungan dengan bapak-bapak pejabat yang memegang peran kunci untuk proyek-proyeknya. Memang bisnisnya adalah sebagai kontraktor untuk proyek-proyek pemerintah.

Pejabat paling penting di instansi terkait yang paling berpengaruh terhadap kesuksesan atau kegagalan bisnisnya adalah Pak Heru. Ia selalu berusaha mendekati Pak Heru, namun sejauh ini Pak Heru, walau baik kepadanya, namun bersikap “menunggang banyak kuda.” Kelebihan Pak Wijaya dalam hal melobi Pak Heru adalah usianya kurang lebih sama dan hobi mereka sama-sama doyan perempuan.

Sering mereka pergi bersama-sama ke klab-klab malam eksklusif atau menginap di hotel-hotel berbintang lima. Sebagai pengusaha yang licin dalam hal melobi, Pak Wijaya juga men-servis banyak hal menyangkut kehidupan pribadi Pak Heru, mulai dari mencarikan sopir pribadi, membiayai instalasi car audio anak sulungnya, sampai (tentu saja) dalam hal cewek. Ia telah paham mengenai tipe cewek-cewek high-class kesukaan Pak Heru.

Tidak hanya cewek dalam negeri saja yang pernah disuguhkan, namun juga cewek-cewek import dari berbagai negara. Pak Heru sendiri sebenarnya telah berumah tangga selama dua puluh tahunan lebih. Namun dasar bandot tua, istrinya yang sudah stw dan keluarganya tak terlalu diperhatikannya.

Meski sukses sebagai pengusaha, namun kehidupan rumah tangga Pak Wijaya tidak sesukses bisnisnya. Ia menikah dalam usia yang relatif muda, 22 tahun, namun hanya bertahan 2 tahun saja. Setelah itu kawin cerai beberapa kali dan kini ia hidup menduda dalam lima tahun terakhir ini. Disamping kawin cerai ia juga menjalin banyak affair dengan sejumlah wanita. Yang unik adalah beberapa tahun kemudian ia kembali menjalin affair dengan bekas istri pertamanya meski pada saat itu ia sedang mempunyai seorang istri sah.

Dari hasil affair dengan istri pertamanya itu, ia mempunyai seorang anak perempuan yang bernama Meliany atau kalau di rumah biasa dipanggil A-mei. Usia A-mei kini 19 tahun dan telah menjadi seorang gadis dewasa. Kulitnya yang putih dan wajahnya yang cantik mengundang daya tarik yang tinggi terhadap para cowok.

Ia sedang duduk kuliah tahun pertama. Di kampus, ia termasuk cewek beken. Bahkan sewaktu orientasi studi, baru beberapa hari masuk saja, ia telah menjadi bahan pembicaraan terutama diantara para cowok. Maklumlah karena disamping cakep dan mempunyai daya tarik tinggi, orangnya juga easy-going. Ditambah lagi anak seorang pengusaha kaya.

Karena terlalu sibuk dengan bisnisnya, Pak Wijaya jarang sekali meluangkan waktu dengan putrinya. Dan sebagai kompensasinya ia sangat berlebihan dalam memberikan hal-hal material kepadanya. Akibatnya A-mei tumbuh menjadi cewek yang agak cuek dan suka semaunya sendiri. Bahkan omongan papanya pun tidak digubrisnya. Malah seringkali justru papanya yang takut dengannya. Itulah akibat karena terlalu dimanja namun kurang perhatian.

Pada suatu hari, terjadi hujan badai yang menyebabkan banjir besar di banyak tempat di dalam kota. Akibatnya petang itu, sepulang dari kunjungan kerja di daerah, Pak Heru tertahan 2 jam di bandara karena sopirnya tak bisa menuju kesana. Akhirnya ia menelpon Pak Wijaya dan berharap agar Pak Wijaya bisa membereskan ketidaknyamanan yang terjadi pada dirinya saat itu.

Memang sebelum-sebelumnya Pak Wijaya selalu mampu membereskan hal-hal yang tidak menyenangkan seperti ini. Namun malam itu sepertinya ia menemui jalan buntu, karena tidak ada kamar hotel yang memadai yang masih kosong. Akhirnya, Pak Wijaya menawarkan untuk menginap di rumahnya yang besar dan mewah. Kebetulan lokasi rumahnya tidak terlalu jauh dari bandara.

Sebenarnya kalau tidak terpaksa ia tidak terlalu suka mengundang Pak Heru menginap di rumahnya, terutama karena ada puterinya yang telah menginjak umur dewasa itu. Ia tidak ingin mendekatkan putrinya ke lingkungan bisnis yang tidak bersih apalagi dengan Pak Heru yang doyan main perempuan itu. Namun kali ini ia tidak punya pilihan lain.

Apalagi di saat seperti ini dimana sedang ada proses tender sebuah proyek besar, yang kalau goal bakal memberikan keuntungan finansial yang jauh lebih besar dibanding proyek-proyek sebelumnya. Dalam kondisi seperti sekarang, tentu adalah suatu tindakan bunuh diri kalau ia tidak menolong Pak Heru disaat dalam kesulitan. Sebelumnya Pak Heru pernah bertemu dengan A-mei dua kali. Namun dalam suasana yang sekedar basa-basi di tempat yang banyak orang dan itu pun cuma sebentar.

Setelah perjalanan lebih kurang satu jam, sampailah Pak Heru di rumah Pak Wijaya. Sehabis mandi dan menaruh kopor di dalam kamar yang akan ditinggali malam itu, mereka berdua makan malam bersama. Sehabis makan malam, terjadi insiden kecil yaitu ketika Pak Heru yang akan menuju ke kamar mandi secara kebetulan berpapasan dengan A-mei yang baru keluar dari kamarnya.

Melihat A-mei seketika wajah Pak Wijaya jadi merah padam, karena saat itu A-mei mengenakan daster rumah dari bahan yang agak tipis tanpa memakai bra. Nampak jelas tonjolan kedua putingnya di balik daster yang tipis itu. Namun oleh karena sudah terlanjur, mau tak mau dikenalkannya A-mei kepada Pak Heru. Dengan seolah-olah seperti tidak terjadi apa-apa diajaknya bicara gadis muda itu. Tentu sambil matanya tak menyia-nyiakan pemandangan indah di depannya itu.

Pak Wijaya hanya dapat tersenyum kecut saja dengan kejadian itu. Dalam hati ia agak geram dengan A-mei. Padahal sebelumnya, ia telah memberitahu mengenai kedatangan Pak Heru. Malah ia menganjurkan supaya lebih baik tidak keluar dari kamarnya. Dan kini terbukti kalau omongannya tidak digubrisnya.

Sejak kehadiran A-mei, Pak Heru jadi bergairah, matanya berbinar-binar melihat kecantikan dan kebeliaan A-mei, serta daya tarik femininnya secara keseluruhan. Daster hijau muda yang dikenakan A-mei memang sangat cocok dipakainya dan pas dengan kulitnya yang putih, membuat dirinya nampak cantik menarik. Ukuran payudara A-mei termasuk kecil, boleh dibilang dadanya termasuk ‘rata’.

Mungkin itu sebabnya kalau di rumah ia kadang suka tidak memakai bra. Meski payudaranya kecil namun putingnya cukup menonjol, sehingga nampak jelaslah tonjolan kedua puting payudaranya di balik sekedar kain daster yang tipis. Dan disaat membelakanginya, di bawah rambutnya yang sebahu, nampak jelas tidak ada tali bra atau kaus dalaman di punggungnya. Yang terlihat menerawang justru celana dalam di balik dasternya yang terlihat karena perbedaan warna dengan kulitnya. Tentu hal ini semua tak lepas dari penglihatan Pak Heru.

Sementara Pak Wijaya saat itu merasa tak nyaman dan serba salah dengan kehadiran A-mei di dekat mereka. Ia tahu benar kesukaan Pak Heru adalah tipe-tipe cewek oriental seperti A-mei begini. Telah cukup banyak cewek-cewek seumuran putrinya yang disuguhkan ke Pak Heru demi kelancaran proyeknya.

Kini sepertinya ia kena batunya karena tentulah saat itu Pak Heru jadi terangsang terhadap putrinya! Namun ia tak bisa berbuat apa-apa karena sungguh tak sopan kalau ia bersikap terlalu intrusif apalagi di depan tamu pentingnya. Tak lama setelah itu A-mei balik masuk ke kamarnya lagi sehingga hatinya agak lega karena terlepas dari suasana yang serba salah itu.

Sebenarnya, belakangan ini diam-diam Pak Wijaya juga sering merasa terangsang oleh putrinya, terhadap cara berpakaiannya, sikapnya, dan daya tarik seksualnya. Apalagi kalau putrinya itu lagi ingin mendapatkan sesuatu dan bersikap manja terhadap dirinya dengan memegang tangannya dan mendekatkan tubuhnya ke dirinya. Ia merasakan harumnya aroma tubuh serta hangatnya tubuh gadis yang telah tumbuh menjadi dewasa itu.

Dan tidak jarang ia melihat payudara putrinya di balik bajunya yang tipis atau dikala putrinya sedang menunduk dikala memakai kaus longgar dengan belahan dada rendah. Ia tidak merasa bersalah akan hal ini selama ia tidak berbuat tak senonoh terhadap putrinya. Menurutnya itu adalah wajar karena putrinya mempunyai daya tarik seksual yang tinggi.

Dan rasa tak bersalahnya itu menjadi makin kuat setelah akhirnya ia menyadari kalau A-mei sebenarnya bukan anak kandungnya. Memang istrinya dulu sering berbuat affair dengan banyak lelaki selain dirinya. Mengetahui kalau Pak Wijaya sangat mendambakan anak dan saat itu adalah orang yang bisa memberikan uang paling banyak kepada dirinya, maka dikaranglah cerita bahwa bayi yang dikandungnya itu adalah anaknya.

Sehingga selama ini Pak Wijaya secara regular selalu membiayai ongkos hidup mereka. Hal itu terjadi sampai akhirnya mantan istrinya sendiri yang membocorkan rahasia itu. Semenjak berhasil menggaet dan menjadi peliharaan orang kaya dari Hongkong yang jauh lebih kaya dari Pak Wijaya, mantan istrinya itu tidak merasa perlu menjaga hubungan dengannya. Akhirnya ketika terjadi sebuah pertengkaran mulut yang meningkat menjadi sangat emosional, tanpa dapat dicegah lagi keluarlah pernyataan yang sebenarnya dari mantan istrinya.

Sejak beberapa tahun terakhir ini sebenarnya ia mulai curiga. Karena semakin dewasa A-mei, semakin jauh kemiripannya dengan dirinya. Dan kecurigaannya itu pada akhirnya terbukti. Namun kini publik luas telah terlanjur menganggap bahwa A-mei adalah putrinya. Untuk menjaga reputasinya dengan tidak membuat berita skandal baru, maka ia memutuskan untuk tetap mengakui A-mei sebagai anak dan membiayai seluruh kebutuhannya. Namun ia semakin kurang meluangkan waktu dengan A-mei dan tidak terlalu ngurusin kehidupan pribadinya.

Insiden malam itu justru ternyata memunculkan suatu ide brilyan di dalam benak Pak Wijaya. Apabila ide ini dijalankan pada momen yang pas, ia bisa mendapatkan keuntungan ganda, yaitu mendapatkan keuntungan finansial yang besar sekaligus membalas dendam terhadap penipuan yang dilakukan terhadap dirinya selama bertahun-tahun.

Caranya yaitu dengan mengumpankan A-mei secara halus dan diam-diam kepada Pak Heru, kroninya itu! Apabila telah “memakan” A-mei, tentu Pak Heru jadi tak enak hati terhadapnya, sehingga besar kemungkinan ia mendapat proyek-proyek besar berikutnya. Sementara dengan statusnya sebagai “ayahnya”, tentu tidak ada seorang pun yang akan menyangka bahwa ia adalah Master Planner dari rencana busuk itu. Bahkan tidak akan ada orang yang tahu karena hal itu akan diatur terjadi di dalam rumahnya.

But that’s the story for another time because nothing happened that night.
Semenjak malam itu, telah beberapa kali Pak Heru mampir ke rumah Pak Wijaya atas undangannya menikmati masakan bikinan Mbok Yem yang rasanya sangat sesuai dengan lidah Jawa seperti Pak Heru. Kini A-mei menjadi semakin kenal dekat dengan Pak Heru. Apalagi dalam beberapa kesempatan, Pak Wijaya sengaja menarik diri sehingga ada banyak kesempatan mereka untuk saling bercakap-cakap sendiri.

Weekend itu, Pak Heru kembali datang ke rumah karena diundang makan malam oleh Pak Wijaya. Saat Pak Heru sedang duduk bercakap-cakap dengan Pak Wijaya, ia melihat A-mei yang baru keluar dari kamarnya. Ia mengenakan kaus tank-top ketat warna pink dengan belahan dada rendah serta celana sport putih yang, yah, benar-benar pendek.

Lekukan bagian atas payudaranya nampak jelas terbuka sementara payudaranya yang kecil tapi sexy terbungkus oleh bra dibalik kaus tank-top nya yang nampak menonjol. Ia memakai bra berwarna biru tua, terlihat dari tali bra di bahunya. Kontras sekali dengan kulitnya yang putih. Sementara celana pendeknya menampilkan sebagian besar pahanya yang putih mulus.

“Oom Heru hari ini nginap disini lagi ya? Sebentar ya Oom, A-mei mau pake treadmill yang ada di kamar yang nanti Oom pake. Oom masih mau ngobrol sama Papi dan nggak buru-buru mau masuk kamar khan?”
“Ini anak, bukannya olahraga dulu dari tadi. Khan Papi tadi sudah bilang kalo Oom Heru mau datang hari ini. Jadi mengganggu orang yang ingin istirahat saja.”

“Ooh, nggak apa-apa kok. A-mei pake saja treadmill-nya dulu. Oom belum mau masuk ke kamar kok,” kata Pak Heru dengan mata berbinar-binar.
“Papi gimana sih. Tuh, Oom Heru aja nggak keberatan kok.”
“Ya udah, kalau mau olahraga buruan sana.”

“Kalau gitu kita ngobrol dulu aja. Nanti kita makannya sama-sama, tunggu A-mei selesai olahraga. Apalagi biasanya habis olahraga khan jadi lapar.”
“Iya, betul Oom. Ya udah A-mei olahraga dulu ya,” katanya sambil membalikkan badan. Nampak pantatnya menonjol dibalik celana putihnya yang super mini itu.

Sementara A-mei berolahraga, kedua pria setengah baya itu ngomong ngalor-ngidul, mulai dari proyek-proyeknya, masalah mobil, uang, sampai, tentu saja, masalah cewek.

Setengah jam kemudian, A-mei telah selesai berolahraga. Bajunya basah melekat ke tubuhnya yang penuh dengan keringat. Mukanya kemerahan. Dadanya naik turun karena napasnya terengah-engah.
“Wah, dari tadi ngobrol terus, ngobrolin apaan sih? Kok kayaknya asyik banget.”
“Papi ngomongin bisnis sama Oom Heru. Ayo, kamu mandi dulu, nanti kita makan bersama.”

“Wah, habis olahraga nggak boleh langsung mandi. A-mei ikutan ngobrol bentar ya. Supaya ngerti bisnis juga,” kata A-mei sambil duduk di samping Pak Wijaya.
Sementara mereka bercakap-cakap, Pak Heru semakin berbinar-binar memandangi wajah cantik dan tubuh indah A-mei yang basah oleh keringat itu.
Sampai tak lama kemudian, akhirnya A-mei meninggalkan mereka untuk mandi.

Petang itu, mereka makan bersama. Saat itu A-mei memakai baju rumahan dari kain yang halus dan tipis yang terdiri dari baju atasan dan rok dengan corak yang sama. Kali ini tentu ia memakai bra. Setelah ngobrol beberapa saat, akhirnya Pak Wijaya mohon diri.

“Wah, sorry nih, friend, gua istirahat dulu ya. Kepala gua rada pusing nih. Ngobrolnya diterusin aja dulu. A-mei, nanti kalo sudah selesai, suruh Mbok Yem beresin meja makan ya. Oom Heru adalah tamu kita malam ini, kalo dia perlu apa-apa, kamu bantu juga. Papi mau masuk kamar dulu.”

“Yah, Papi. Padahal ngobrolnya lagi seru-serunya nih.”
“Kepala Papi lagi kumat peningnya. Ya udah kamu ngobrol dulu aja sama Oom Heru. Tapi nanti tidurnya jangan terlalu malam ya.”

Malam itu…
Pak Heru tiduran di kamarnya. Pikirannya dipenuhi oleh A-mei sampai-sampai penisnya menegang dengan keras. Yah, saat itu ia sedang terangsang hebat oleh A-mei. Terutama setelah ia bercakap-cakap berduaan denganya.

Semenjak Pak Heru sering datang ke rumah, A-mei menjadi semakin akrab dengannya. Akrab bukan dalam arti cinta namun lebih sebagai figur seorang ayah atau kakak laki-laki yang selama ini sangat kurang didapatkan dari ayahnya sendiri. Baginya, Pak Heru adalah orang yang bisa dipercaya, mempunyai pengalaman banyak, menyenangkan dan enak diajak bicara. Kini ia semakin akrab sehinga sering membahas hubungan dengan cowoknya kepadanya dan kini sentuhan-sentuhan fisik kecil disaat mereka berdua berinteraksi sudah bukan hal yang aneh lagi.

Namun bagi Pak Heru, hal itu tentu diartikan berbeda, karena pikirannya (seperti umumnya cowok) lebih berorientasi ke seks. Seringkali pikirannya bercabang, antara rasa respek terhadap temannya dan putrinya dengan hasrat seksual terhadap putri temannya itu. Hal itu membuatnya makin terobsesi terhadap A-mei.

Namun, sudah tentu ia tidak bisa mengatakan terus terang kepada Pak Wijaya. Walaupun selama ini Pak Wijaya selalu memenuhi keinginannya, namun tentu ia tidak akan mengorbankan kehormatan putrinya sendiri. Memikirkan kecilnya kemungkinan untuk itu, ia jadi semakin terobsesi untuk mendapatkannya.

Untuk menghilangkan keruhnya pikirannya itu, ia keluar dari kamarnya untuk berjalan-jalan. Saat itu seluruh ruangan sudah gelap. Lampu kamar Pak Wijaya juga sudah gelap. Namun kamar A-mei masih terang dan terdengar suara musik dari dalam. Terjadi pergolakan batin pada dirinya sebelum akhirnya setan di benaknyalah yang menang.

Mumpung lampu kamarnya masih menyala, pikirnya, kalau nggak sekarang kapan lagi. Ia mengetuk pintu kamar A-mei. Tak lama, A-mei membuka pintunya. Ia masih memakai baju yang sama, namun ia tidak memakai bra.
“A-mei, sorry ya. A-mei belum tidur khan. Oom mau minta tolong, gimana ya cara jalanin treadmill. Besok pagi-pagi Oom mau olahraga juga,” katanya mengada-ada.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *