Sejak itu, ketika paman pergi kerja, aku jadi lebih dekat dengan bibi. Aku selalu menanyakan koleksi terbaru paman pada bibi, dan menontonnya bersama bibi. Tentu saja tanpa sepengetahuan paman.
Hubunganku dengan bibi pun makin tak canggung lagi. Sambil nonton, bibi selalu mengelus-elus kontolku. Saking enaknya, sering aku sampai muncrat di celana. Oh ya, bibi tidak pernah menyentuh langsung burungku. Dia cuma memegangnya dari luar celana. Meski aku sudah sering meminta, bibi tidak pernah mengabulkannya. ”Gini aja sudah enak kan?” kilahnya setiap kali aku memaksa. Dan memang enak banget, jadi aku pun diam. Kunikmati saja segala sentuhannya.
Kalau bibi sudah berani berbuat sejauh itu, aku malah tidak berani sama sekali. Benar kata bibi, badanku memang besar, tapi otakku oon. Meski bibi sudah berkali-kali ’memberikan’ tubuhnya, aku tak kunjung menjamahnya. Hingga akhirnya dia pun menyerah. Dibiarkannya aku bengong melongo nonton bokep di TV sementara dia sibuk mengelus-elus kontolku.
Pembicaraan kami juga mulai menyerempet hal-hal porno. Membuat paman tertawa saat mendengarnya. ”Wah, keponakanku sudah mulai dewasa ya?” begitu komentar dari paman. Dan bibi ikut tertawa sambil mencubit pipiku.
Suatu hari, ketika aku tak sengaja menggaruk kontolku waktu mau mandi, bibi berkata, ”Tuh lihat, pasti bulunya sudah banyak.” katanya sambil mencolek paman.
”Masih belum ada kok, Bi.” jawabku malu-malu.
”Masa sih? Kan sudah mimpi?” katanya.
“Iya, kalau diperhatiin sih mungkin ada.” sahutku.
Paman tiba-tiba merangkulku dari belakang. “Kita buktiin.” katanya sambil hendak menarik handuk yang melilit di tubuhku.
Aku pun menahannya erat. ”Paman, jangan! Malu!” kataku agak marah.
”Malu sama siapa, Cuma ada bibimu disini.” dia terus memaksa.
Tapi untung aku bisa erat memeganginya, hingga handukku tidak sampai melorot. Paman akhirnya menyerah. ”Hahaha… Iya sih, bulunya memang masih belum tumbuh.” katanya. Bibi hanya tertawa melihat tingkah laku kami.
Paman memang pernah beberapa kali melihatku kencing. Kadang jika diajak berenang, aku dan paman juga suka mandi bareng. Dan biasanya jika kita membicarakan hal-hal porno, paman selalu mengingatkanku untuk tidak bercerita ke orang lain. Aku selalu mengiyakannya.
Sampai akhirnya, suatu hari, aku kembali terlibat percakapan dengan paman, Saat itu bibi pergi ke rumah orang tuanya untuk membawakan oleh-oleh dari paman. Entah siapa yang memulai, saat itu aku bertanya mengenai malam pertama paman. Akhirnya paman cerita, bahkan dia seperti mengajariku jika nanti aku menemukan wanita.
“Tapi bibi memang sexy ya, paman? Terus kalau tidur, suka berantakan.” kataku tanpa rasa malu lagi. Berantakan disini dalam arti baju bibi, bajunya suka menyingkap dan melorot kemana-mana, hingga memperlihatkan kemontokan dan kemulusan kulit tubuhnya.
“Iya, memang parah bibimu itu.” paman mengangguk mengiyakan. ”malah pernah, waktu tidur, paman kerjai. Sampai pagi dia gak sadar, gak tahu!” kata paman sambil tertawa.
“Masa sih, paman?” aku bertanya tak percaya.
”Iya, waktu itu dia kan tidur menyamping, paman buka aja kainnya, terus pelan-pelan paman masukin, gini!” paman mempraktekkan dengan memeluk guling dan memajukan pinggulnya.
Aku cekikikan. ”Kan pake celana, paman. Gimana masuknya?” kataku.
“Bibi kamu itu kalau tidur jarang make celana. Panas katanya. Malah kadang BH juga gak pake.” kata paman terus terang.
Aku hanya mengangguk tanda mengerti.
“Eh, tapi nanti jangan kamu coba buktiin lho ya!” kata paman sambil tersenyum.
“Ya gak lah, paman. Mana berani aku.” sahutku.
”Tapi paman suka kasian sama bibimu. Cewek biasanya kan dua kali seminggu pingin gituan, tapi paman cuma bisa sebulan sekali.” kata paman, matanya tampak menerawang. ”Bibimu pasti sange berat.” tambahnya.
“Masa sih, paman?” tanyaku baru tahu.
“Iya, malah waktu awal nikah, tiap hari kita ngelakuinnya. Makanya, paman suka kasian sama bibi kamu. Coba kamu perhatiin, pasti dia kadang suka cemberut sendiri kan?” kata paman.
“Iya, paman. Kalau aku tanya kenapa? Katanya, kangen paman.” jawabku. Dulu aku tidak tahu yang dimaksud ’kangen’ yang bagaimana, sekarang aku baru mengerti.
“Tuh kan, sebenarnya itu tandanya kalau dia lagi pengen negntot!” kata paman vulgar.
“Iya, kasian bibi ya, paman? Coba kalau aku bisa bantu.” kataku bodoh.
“Hehe, iya ya. Coba kalau kamu bisa bantu,” bukannya tersinggung, paman malah santai menanggapi omonganku. “Tapi paman berterima kasih sekali, kamu sudah nemani bibi selama ini.” tambahnya.
”Aku juga terima kasih, paman sudah bayarin sekolah aku.” aku menyahut.
Paman menepuk pundakku. ”Itu sudah tugasku sebagai seorang paman. Eh, ngomong-ngomong, gimana ya caranya supaya kamu bisa bantu bibi?”
Mendengar pertanyaannya, aku hanya bisa melongo.
“Gini aja,” paman merubah duduknya, mendekat padaku dan berbisik, ”Kalau bibi lagi cemberut, kamu gituin aja pas dia lagi tidur, hehehe… pasti gak akan sadar, dan besoknya pasti langsung bisa senyum.“ paman melontarkan ide gilanya.
”Iih, paman, gak berani ah.” kataku.
”Ayolah, apa kamu gak pengen ngentotin bibimu? Enak banget lho rasa memeknya. Peret dan anget banget.” Paman berkata semakin parah, terus berusaha membujukku.
”Apa paman gak marah nanti?” pengen sih pengen, tapi aku masih takut, juga sungkan kepadanya.
”Hehehe…kalau orang lain, pasti langsung paman bunuh. Kalau kamu sih, gak apa-apa.” katanya sambil tertawa.
“Iya, paman gak apa-apa,” kataku. “Lha bibi, begitu bangun, pasti aku langsung dicekiknya.” aku bergidik.
“Ah, gak bakalan bangun, percaya deh sama paman. Dulu sambil merem, bibi megang burung paman. Terus dibantuin masuk ke lubang memeknya. Lalu bibi ngorok lagi. Mungkin dipikirnya lagi mimpi. Kamu kan kalau mimpi juga kayaknya bener terjadi kan? Kadang bangun, terus tidur lagi. Begitu juga dengan bibimu.” kata paman meyakinkan.
Akhirnya, setelah didesak terus, dan karena aku juga sudah nggak tahan, kuiyakan tawarannya. ”Ini paman yang nyuruh lho, bukan karena aku yang pengen.” kataku sekali lagi untuk memastikan.
Dan percakapan sore itu pun berhenti sampai disitu, karena bibi sudah keburu datang.
Aku sedang asyik nonton bokep bersama bibi, dan seperti biasa, bibi mengusap-usap tonjolan kontolku dari luar celana. Paman saat itu sedang pergi ke rumah pak RT untuk mengurus KTP baru. Ketika itu aku bertanya. “Bi, kok sekarang nggak pernah main lagi di depan TV sama paman?” pancingku.
“Masih suka kok, tapi main di kamar. Takut ada yang ngintip.” kata bibi sambil tertawa. Dia menyindirku.
”Ah, bibi jahat. Hilang deh fantasiku buat onani.” kataku merajuk.
”Lho, kan sudah setiap hari dikocok sama bibi?” dia menatap wajahku. ”Kamu masih suka onani sendiri?” tanyanya tak percaya.
”Ya, iyalah, Bi. Anak seumurku kan lagi pengen-pengennya. Sehari lima kali juga masih kuat.” sahutku bangga.
”Hmm, pantes aja…” Bibi bergumam.
”Pantes apanya?” tanyaku tak mengerti.
”Burungmu jadi tambah gede!” dia tertawa.
”Masa sih?” perasaan dari dulu juga segini deh. ”Gede mana sama punya paman?” tanyaku penasaran.
”Ehm,” bibi tampak berpikir sejenak. ”Gede punya pamanmu. Tapi kamu kan masih kecil, kalau kamu sudah seumuran pamanmu, pasti punyamu lebih gede.” dia menjawab diplomatis.
Cerita Sex Bibi ku yang Nakal dan Senang Mengajakku Mesum – Aku ingin bertanya lagi, tapi sudah keburu maniku muncrat duluan. Kalau sudah begitu, itu tanda kalau acara nonton bareng harus diakhiri. Bibi segera mematikan TV dan menyimpan lagi kaset bokep milik paman ke dalam kamar. Aku, dengan celana belepotan penuh sperma, beranjak ke kamar untuk tidur siang. Tubuhku lemas, tapi puas.
Di luar, kudengar pintu depan dibuka seseorang. Paman pulang. Hmm, benar-benar timing yang pas.
Senin subuh, paman berbisik saat bibi berada di kamar mandi. Paman saat itu sudah siap-siap berangkat kerja. “Jagain bibi ya. Kalau bisa tolongin dia kalau lagi cemberut.” katanya sambil tersenyum.
“Ih, paman.” kataku malu, meski juga sudah tak sabar menunggu saat-saat itu.
”Ingat, jangan sampai ada yang tahu. Awas kalau sampai ada yang melihat, paman akan balikin kamu ke ibumu, dan bilang kalau kamu nakal mau memperkosa bibimu.” ancamnya.
”Beres, paman.” aku mengangguk sambil mengacungkan jempolku.
“Ada apa nih, bisik-bisik sambil senyum-senyum?“ tegur bibi yang baru keluar dari WC.
“Ini, keponakanmu ini tadi malam mimpi basah.” jawab paman berbohong.
“Masa? Mimpiin siapa?” tanya bibi antusias.
“Gak, Bi, paman bohong.” kataku.
Mereka hanya tertawa mendengarnya. Paman pun berangkat sambil diantar bibi sampai gang depan.