“Bagaimana, nikmat?” tanyaku. Lagi-lagi Shindy yang suka grusah grusuh itu diam saja. Kulanjutkan menjilati vaginanya. Aku belum sampai hati merusak perawannya. Dia harus tetap perawan, pikirku. Shindy pun menggelinjang. Tiba-tiba dia minta berhenti. Saat aku memberhentikannya, dia dengan cepat berlari ke kamar mandi. Aku mendengar suara, Shindy sedang kencing. AKua mengerti, kalau Shindy masih kecil. Setelah dia cebok, dia kembali lagi ke kamarku.
Shindy meminta lagi, agar teteknya dijilati. Nanti kalau sudah tetek di jilati, memek Shindy jilati lagi ya Kak? katanya. Aku tersenyum. Dia sudah dapat rasa nikmat pikirku. Aku mengangguk. Setelah dia kurebahkan kembali di tempat tidur, kukangkangkan kedua pahanya. Kini burungku kugesek-gesekkan ke vaginanya. Kucari klitorisnya. Pada klitoris itulah kepala burungku kugesek-gesekkan. Aku sengaja memegang burungku, agar tak sampai merusak Shindy. Sementara lidahku, terus menjilati puting teteknya. Aku merasa tak puas. Walaupun aku laki-laki, aku selalu menyediakan lotion di kamarku, kalau hari panas lotion itu mampu mengghilangkan kegerahan pada kulitku. Dengan cepat lotion itu kuolesi pada bvurungku. Lalu kuolesi pula pada vagina Shindy dan selangkangannya. Kini Shindy kembali kupangku.
Vaginanya yang sudah licin dan burungku yang sudah licin, berlaga. Kugesek-gesek. Pantatnya yang mungil kumaju-mundurkan. Tangan kananku berada di pantatnya agar mudah memaju-mundurkannya. Sebelah lagi tanganku memeluk tubuhnya. Dadanya yang ditumbuhi tetek munguil itu merapat ke perutku. Aku tertunduk untuk menjilati lehernya. Rasa licin akibat lotion membuat Shindy semakin kuat memeluk leherku. Aku juga memeluknya erat. Kini bungkahan lahar mau meletus dari burungku. Dengan cepat kuarahkan kepala burungku ke lubang vaginanya. Setelah menempel dengan cepat tanganku mengocok burung yang tegang itu. Dan crooot…crooot…crooot. Spermaku keluar. Aku yakin, dia sperma itu akan muncrat di lubang vagina Shindy. Kini tubuh Shindy kudekap kuat. Shindy membalas dekapanku. Nafasnya semakin tak teratur.
“Ah…kak, Shindy mau pipis nih,” katanya.
“Pipis saja,” kataku sembari memeluknya semakin erat. Shindy membalas pelukanku lebih erat lagi. Kedua kakinya menjepit pinggangku, kuat sekali. Aku membiarkannya memperlakukan aku demikian. Tak lama. Perlahan-lahan jepitan kedua aki Shindy melemas. Rangkulannya pada leherku, juga melemas. Dengan kasih sayang, aku mencium pipinya. Kugendong dia ke kamar mandi. Aku tak melihat ada sperma di selangkangannya. Mungkinkah spermaku memasuki vaginanya? Aku tak perduli, karean aku tau Shindy belum haid.
Kupakaikan pakaiannya, setelah di kamar. Aku makai kain sarungku. Mari kita bobo, kataku. Shindy menganguk.
“Besok lagi, ya Kak,” katanya.
“Ya..besok lagi atau nanti. Tapi ini rahasia kita berdua ya. Tak boleh diketahui oleh siapapun juga,” kataku. Shindy mengangguk. Kucium pipinya dan kami tertidur pulas di kamar.
Kami terbangun, setelah terdengar suara bell. Shindy kubangunkan untuk membuka pintu. Mamanya pulang dengan papanya. Sedang aku pura-pura tertidur. Jantungku berdetak keras. Apakah Shindy menceritakan kejadian itu kepada mamanya atau tidak. Ternyata tidak. Shindy hanya bercerita, kalau dia ketiduran di sampingku yang katanya masih tertidur pulas.
“Sudah buat PR, tanya papanya.
“Sudah siap, dibantu kakak tadi,” katanya. Ternyata Shindy secara refleks sudah pandai berbohong. Selamat, pikirku.
Setelah itu, setiap kali ada kesempatan, kami selalu bertelanjang. Jika kesempatan sempit, kami hanya cipokan saja. Aku menggendongnya lalu mencium bibirnya.
Hal itu kami lakukan 16 bulan lamanya, sampai aku jadi sarjana dan aku harus mencari pekerjaan.
Malam perpisahan, kami melakukannya. Karena terlalu sering melaga kepala burungku ke vaginanya, ketika kukuakkan vaginanya, aku melihat selaput daranya masih utuh. Masa depannya pasti masih baik, pikirku. Aku tak merusak vagina mungil itu.
Sesekali aku merindukan Shindy, setelah lima tahun kejadian. AKu tak tahu sebesar apa teteknya sekarang, apakah dia ketagihan atau tidak. Kalau ketagihan, apakah perawannya sudah jebol atau tidak. Semoga saja tidak.
>>>TAMAT<<<