Sudah lima tahun aku pacaran dengan Sandra. Kami kuliah di perguruan tinggi yang sama. Enam bulan kuliah kami berdua bakal selesai.Lalu tahun depan berencana menikah. Sandra pacarku adalah seorang gadis yang cantik, pandai, populer di kampus.
Body bak model dengan tinggi 174 cm, 32-28-32, dengan rambut hitam panjangnya yang indah seperti model-model iklan shampo. Nilai plus lain baginya adalah ia masih perawan, ya…selama ini kami memang hanya bercinta sebatas peting. Aku memiliki fantasi seks, sejak kecil aku ingin bersetubuh dengan seorang gadis dewasa, namun hal itu tak pernah jadi kenyataan.
Hingga akhirnya muncul pikiran gila ini. Aku berpikir untuk meminta Sandra membantuku mewujudkan mimpi itu. Aku mengatakan keinginanku pada Sandra. Awalnya ia menolak mendengar permintaan aneh dariku. Bahkan ia sempat marah karena heran bagaimana aku rela dirinya ditiduri oleh orang lain apalagi sampai menyerahkan kegadisannya pada seorang bocah ingusan seperti Alfi.
“Please manis…aku benar-benar memimpikannya sejak kanak-kanak. Dan aku akan tetap mencintaimu setelah itu terjadi.”
“Tapi itu benar-benar gila Dit!”
“Memang itu ide gila sayang…tapi kepada siapa lagi aku harus minta tolong?”
Begitulah, setelah setiap hari kubujuk dan kuyakinkan bahwa aku tak akan meninggalkannya, akhirnya ia bersedia melakukannya. Pilihanku jatuh pada Alfi, seorang pengantar koran langgananku yang baru berusia 15 tahun. Dari segi fisik, Alfi tak bisa dibilang tampan, penampilannya lusuh, kulitnya gelap karena sering terjemur matahari, tubuhnya pun krempeng. Ibunya seorang pelacur di lokalisasi X.
Sejak usia 7 tahun Alfi sudah merasakan hubungan seks dengan beberapa pelacur yang tinggal di sana termasuk ibunya sendiri. Penis anak itu menjadi besar, jauh lebih besar dibanding anak lain seusianya, bahkan menyamai milik orang dewasa, warnanya hitam legam, panjangnya 15 cm diameter 3,5 cm, kepala penis merah pekat panjang 3,5 cm diameter 4 belum disunat kulit kulupnya meruncing menutupi glans penisnya. Jembut pun baru muncul beberapa helai. Aku sangat bernafsu membayangkan anak itu bercinta dengan Sandraku yang cantik.
Setelah direncanakan matang-matang, hari itu pun tiba. Aku menyewa sebuah cottage dengan satu kamar tidur di pinggir laut yang sepi, satu ranjang besar bersprey putih, dan satu set sofa empuk di ruang tengah. Setelah makan malam Alfi segera masuk dan menunggu di kamar. Sandra meminta waktu bicara denganku di ruang tengah. Aku tahu ia masih ragu dan nervous untuk melakukan hal itu
“Sayang, apa kau benar-benar ingin aku melakukannya dengan anak itu? kau pasti tahu resikonya setelah ini aku bukanlah gadis suci lagi”
“Tentu manis sejak awal aku tidak mempermasalahkannya”
“Apakah kau tetap mencintai dan tidak akan meninggalkanku setelah ini terjadi?
“Tentu manis, ku mohon demi aku ….”
“Baiklah”
Sandra masuk ke kamar, tapi pintu kamar dibiarkannya terbuka lebar. Semua lampu cottage kami padamkan agar tak ada orang mengintip dari luar. Meski demikian cahaya bulan cukup menerangi pandanganku. Sesaat sebelum lampu padam, aku sempat melihat Alfi, ia sudah telanjang bulat di atas kasur.
Akupun melepas pakaianku hingga telanjang lalu rebah di atas sofa menunggu. Kudengar mereka bicara tak jelas. Kemudian kudengar desah Sandra, agaknya mereka sudah mulai. Aku bangkit perlahan merayap menuju kamar hingga di dalam. Pada jarak 3 meter jarak pandangku cukup jelas, aku duduk bersandar pada dinding tanpa terlihat oleh mereka berdua. Tanganku mulai ngocok penisku. Kulihat Alfi sedang menetek pada Sandra. Ternyata selama ini aku salah
Alfi yang benar caranya menetek. Wajar saja gurunya para lonte pro. Ngemut persis bayi, tidak hanya putting dihisap, mulutnya dibuka lebar-lebar lalu sebanyak mungkin payudara Sandra ia lahap membuatnya merintih dan menggelinjang. Kurasa ia mengakui