Butuh Sex, Usiaku yg 28 tahun baru menikah dengan gadis yg cantik karena dia keturunan Chineses namanya Kiki, kami menikah baru 2 bulan, dengan tubuhku yg atletis sekarang aku menjadi pemimpin yg mana kau bangun sendiri dengan kawan kawanku dan usaha kami lumayan sukses, Istriku Kiki umurnya lebih muda dari aku 3 tahun dia cantik kulitnya putih dan aku tdk salah jika kalau melilih dia.
Cerita sex terbaru, Pernikahanku yg baru seumur jagung ini tentulah sangat dipenuhi oleh kemesraan dan kegembiraan yg nyata dalam kehidupan kami. Fasilitas rumah besar dan dua mobil mewah dari orang tua kami melengkapi semuanya itu.
Kehidupan sex kami juga cukup luar biasa, dimana hampir setiap malamnya (dan terkadang paginya) kami lalui dengan cumbuan, foreplay dan orgasme demi orgasme yg sangat memuaskan kami berdua. Tapi aku punya suatu fantasi yg agak keterlaluan sebetulnya; yaitu aku ingin menonton istriku yg cantik ini disetubuhi oleh lelaki lain yg dalam bayanganku adalah seseorang yg berusia muda, ganteng, tegap, dst.
Aku ingin melihat istriku mengalami orgasme dan memberikan kepuasan kepada lelaki itu di hadapanku. Fantasi itulah yg biasanya selalu berhasil mengantarku ke orgasme yg hebat, baik pada saat aku sedang bersanggama dengan istriku, maupun pada saat aku sedang melakukan onani seorang diri.
Pernah kusampaikan kepada istriku pada saat kami sedang berhubungan seks di suatu malam, dan tampaknya fantasi itu juga memicu birahinya, terbukti dengan bertambah terangsangnya dia saat itu.
Cerita hotnya begini.. Pada saat posisinya di atas, dan penisku berada di dalam vaginanya dan sedang seru-serunya dia bergoyang, kuremas lembut buah dada 34C-nya dan kukatakan dengan napas terengah-engah karena kurasakan orgasmeku hampir tiba dan vaginanya juga sudah mulai mencengkram batang penisku.
“Sayanghh, aku ingin melihatmu ngentot sama cowok lainhh.. aahh..”.
“Hmmhh? Emangnya boleh, say? Hmmhh?” Katanya sambil bergoyang dan memutar mutar pantatnya yg membuatku mendelik keenakan.
“Kalo boleh kamu mau? Ohh baby.. memek kamu ngejepit nihh. Ahh..” ujarku lagi sambil terus meremas dan mengelus putingnya yg sudah sangat tegang dan merah kecoklatan itu.
“Ahh.. tau ahh.. kamu ngaco ajahh.. ohh baby, kontol kamu udah makin keras. Gede banget, say. Oughh..”
“Aku pengen lihat kamu sepongin dia dan dia jilatin memek kamu.. Ouuhh yess.. terus sayangghh, puter terus pantat kamu.. aahh.”
“Terushh? aahh.. kamu nggak cemburu emangnya? Ahh.. oohh.. gila, memek kamu enak banget sih, say?” Goyangannya makin hot dan seru, sedangkan vaginanya makin mencengkram keras batangku.
“Nggak, babe.. aku nggak cemburu.. oohh.. aku udah mau sampai nih.. aku pengen kamu dientot cowok lain sambil aku tontonin.. aahh baby.. aku keluarr.. aagghh..”
Maniku menyembur di dalam vaginanya dengan deras sambil tanganku mencengkram erat pinggulnya. Dan tampaknya hal itu dan fantasiku ikut memicu orgasmenya juga.
“Ohh yess.. oohh yess.. aku keluar juga, sayangghh.. aagghh..” Tubuh mulus istriku ambruk di atas tubuhku, matanya terpejam dan vagina berkedutan cukup lama juga, sambil kupeluk dan kuelus punggung dan pantatnya.
Beberapa saat setelah itu, dengan tubuh basah berkeringat, kami berciuman mesra. Hawa AC yg dingin merasuki tubuh kami. Dengan gayanya yg khas dan manja, Kiki menyusup kebalik selimut dan tidur di dadaku. Tangannya mengelus-elus dadaku dan aku mengelus rambutnya, meresapi apa yg baru saja kami nikmati bersama.
Tiba-tiba dia sedikit mengangkat tubuhnya dan memandangku dalam-dalam, lalu berkata,
“Yg kamu bilang tadi beneran apa cuma lagi napsu doang sih, say?” Tangannya yg iseng menarik-narik jembutku yg kusut dan basah terkena cairan vaginanya campur keringat.
“Emm.. beneran dong. Kenapa?” Aku iseng juga dan kupencet hidungnya yg mancung. Dengan bercanda dia berontak dan pura-pura mau menggigit tanganku yg iseng tadi.
“Gila ih. Itu kan nyeleweng dong artinya? Kok kamu malah nganjurin aku buat nyeleweng?”
“Nyeleweng atau nggak itu sih terserah deh. Namanya juga fantasi. Boleh dong?” Aku menjawab sekenanya lalu beranjak bangun dari ranjang mau ke kamar mandi.
“Udah, mandi dulu, yuk? Udah gitu kita bobo.” Dia kembali tiduran dan bengong memandangi langit-langit kamar.
Besok paginya aku terbangun oleh ciuman di bibirku. Istriku tampak baru selesai mandi dengan rambut yg masih basah dan tubuh hanya terbalut G-String putih.
“Jam berapa nih, kok udah keren?” kataku dengan suara serak khas orang baru bangun tidur.
“Yee.. udah jam 6 lho. Ayo bangun, nanti telat ngantor. Sikat gigi gih. B-a-u deh mulutnya. Hihi.”
“Salah sendiri nyium. Pasti bau dong. Namanya juga fresh from the oven. Ngapain pake g-string segala?”
“Aku mau pake rok mini putih hadiah dari mami kamu. Itu rok rada tipis deh kayaknya. Kalo pada cel-dal biasa nanti jelek.”
“Apa boleh ngantor pake rok seksi macam gitu?” tanyaku polos.
“Nggak tau juga. Biar aja ah. Model-modelnya kan juga suka pake mini-minian begini. Aku nggak mau kalah ceritanya. Hahaha.” Kiki bekerja di salah satu perusahaan advertising terkemuka di Jakarta, yg memang sering menggunakan jasa para model (amatir dan pro).
Aku nggak jawab lagi dan langsung lompat ke kamar mandi yg kebetulan ada di dalam kamar tidur kami. Iseng, kucolek buah dadanya yg masih telanjang dan selalu bikin mataku jelalatan dan penisku tegang, sambil tangan yg satunya lagi mengelus buah pantatnya.
“Idih, amit-amiit! Pelecehan seksual tuh, tau! katanya pura-pura marah, sambil nyentil penisku. Aku meringis kesakitan.
“Aduh.. atit ya, cayg?” katanya menyesal sambil mengelus penisku.
“Sini aku sembuhin..” Sambil berkata begitu, dia melorotkan celanaku dan penisku yg memang tegang sejak bangun tadi, diremas dan dikulumnya sambil lidahnya berputar di kepala penisku.
“Oh my God..” aku kaget banget tapi seneng juga. Tapi baru beberapa isapan, dilepasnya lagi.
“Udah ah.. nanti dia GR. Kalo GR, dia suka pusing dan muntah lho!” katanya sambil mengedipkan matanya lucu.
Aku jadi gemas dan penasaran, tapi kulihat jam terus bergerak, dan aku ada janji ketemu seseorang untuk breakfast. Oleh karenanya kubiarkan dia lolos kali ini, dan terus bergegas mandi.
Tepat aku lagi mulai meeting direksi di kantorku jam 2 siang, telepon genggamku berbunyi. Kiki meneleponku.
“Halo?”
“Hi, sayang.. lagi ngapain kamu?”
“Aku lagi meeting nih. What’s up, babe?” Para anggota direksiku saling lirik dan tersenyum.
“Pak Romi mesra banget ya? Maklum pengantin baru sih.” Pak Jerry, direktur operasiku bercanda sedikit. Aku cuekin saja.
“Sayang, nanti malem temenku Si Ayu ngajakin double date di Fountain Lounge Grand Hyatt.” Kiki menjawab renyah.
“Mau ya? Pleasee..”
“Acara apaan sih? Ya OK lah. Dia mau traktir emangnya?”
“Tauk. OK ya, Jam sembilan kita ketemu mereka di sana. Have fun with the meeting, say. Bilangin direkturmu jangan iseng.”
“Iya, iya. See you, babe.” Kututup teleponku sambil melotot ke Pak Jerry yg tetap cengar-cengir.
Ayu ini sebenarnya adalah istri dari sahabatku, Fredy, yg adalah putra satu-satunya dari seorang pilot senior Garuda Indonesia yg sekarang menjabat sebagai direktur di salah-satu perusahaan penerbangan.
Beliau ini masih keluarga keraton Solo, tapi sudah amat sangat liberal dan sudah nggak ada lagi tanda-tanda kekeratonannya. Apalagi Sang Fredy sendiri yg cuek luar biasa di dalam pergaulan dan topik pembicaraan.
Kalau obrolan yg menyerempet soal seks, Fredy ini juaranya. Aku kenal dia sejak masih SMP di bilangan Menteng. Orangnya sangat ganteng dan berpenampilan macho. Perawakannya tdk jauh berbeda denganku, hanya dia lebih pendek sedikit saja. Ayu berperawakan rata-rata wanita Indonesia. Yg paling menarik darinya menurutku ialah bibir yg ranum dan matanya yg bulat cantik.
Sorenya kujemput istriku di kantornya di daerah Kuningan (kantorku sendiri di daerah Kebayoran Baru). Di perjalanan dia tertidur pulas sekali sambil merebahkan kepalanya di bahuku. Aku duduk sambil membaca majalah Times.
Kulirik sopirku. Dia kelihatan mulai senewen dengan kemacetan Kuningan. Maklumlah hari Jumat sore. Sudah pasti rush hour gila-gilaan. Sopirku ini sudah menjadi sopir pribadiku sejak aku kelas 2 SMA. Aku sudah sangat akrab padanya.
Dia adalah keponakan dari sopir papaku, usianya sekarang 34 tahun. Namanya Hermansyah, kusingkat Maman. Wajahnya cukup ganteng, tapi orangnya rada kecil untuk cowok. Tebakanku tingginya cuma 160 saja. Tapi badannya jadi. Maklum, dia kubuat jadi teman sparringku di kelas tinju dan fitness. Dia lulus SMA, ingin kuliah, tapi nggak ada biaya. Lalu jadilah dia sopirku.
“Santai aja, Man. Tapi kalo nabrak gue timpe lu. Mobil mahal nih.”
“Iye, bos (dari dulu manggil aku dengan “Bos”). Udah, ente tidur aja kayak Mbak Kiki. Ane jagain mobilnye. Lagian kalo kagak mahal, bukan mobil ente dong. Hehehe”
“Nah lu tau tuh. Hehehe. Bisa aja lu, Man. Gue kasih bonus deh lu. Gaji lu gue potong 25%.”
“Waduh, bos. Apa kata bos aja dah. Ma kasih ye, bos!” Sambil ngomong gitu dia nengok ke belakang sambil matanya melirik ke paha istriku yg terbuka 1/2-nya akibat rok mini putih nan tipis itu.
Kudiamkan saja.. penisku malah tegang. Aku rasa aku benar-benar punya kelainan seks.
“Hei, Fred!” aku sedikit berteriak ke arah sahabatku yg celingukan mencari-cari kami di Fountain Lounge.
Kulihat Ayu berpenampilan cukup seksi dengan gaun malam coklat muda panjang sampai ke tengah betisnya, tapi dengan belahan cukup dalam sampai ke tengah pahanya. Waktu duduk ia menyilangkan kakinya dan posisiku cukup jelas untuk melihat paha putih mulusnya yg sedikit tersingkap.
“Rom, mata lu juling banget lihat paha bini gue.” Fredy menyentakku. Sialan nih orang, pikirku.
“Ah, nggak.. gue kan dikasih lihat, bukannya ngelihat. Banyak bedanya lho.”
Kami pun berderai-derai tertawa. Kulirik istriku, Kiki, hanya mesem-mesem aja. Mungkin gondok juga kali dia.
Kiki juga terlihat seksi dengan celana hitam ketat dan baju hijau muda tanpa lengan yg berdada agak rendah. Ditambah sepatu hak tinggi hitamnya, dia kelihatan sangat sophisticated.
“Bini lu makin mengkilap aja nih, Ren. Ki, peju Si Reno cocok buat lu ya?” Fredy menyambar cepat.
Memang begitulah orangnya. Bicaranya kacau abis.
“Gila lu, Fred. Kalo orang denger, dikirain elu mabok kali.” Kiki menyahut kesal, tapi tetap bercanda, karena sudah tahu adat dan gayanya Fredy.
Kami pun minum-minum sambil ngobrol ke sana-kemari dengan serunya. Sampai akhirnya jam menunjukkan pukul 11 pm. Aku bangkit pengen pipis.
“Gue ke toilet dulu ah. Birnya mulai bekerja nih,” kataku santai.
“Gue juga, man. Cewek-cewek tunggu di sini ya. Kalo ada yg nawar, kasih harga tinggi. Nanti Om Fredy yg atur persenannya buat you berdua. Hahahaha.”
“Mau pipis aja kok heboh sih kamu, Mas.” Intan berkata sambil mengeleng-gelengkan kepalanya dan memandang suaminya, Fredy, dengan tatapan setengah tdk percaya. “Cepetan ya. Nanti ada yg nawar beneran, baru tahu rasa.”
Di toilet aku melirik Fredy yg sedang pipis di sebelahku, dan bilang,
“Fred, gue rasa gue punya kelainan seks. Gue punya fantasi pengen ngeliat bini gue digituin sama cowok laen. What do you think, man?”
“Yg bener lu? Hehehe, dari dulu gue udah rasa lu rada maniak. Tapi baru sekarang gue yakin. Ini fantasi dikala horny aja apa beneran?”
“Gue yakin ini beneran.”
“Sarap lu ye. Gue bantuin deh lu. Mau kagak?”
“Kiki sama lu? Bisa-bisa gue impoten ntar abis ngeliat. Thanks but no thanks, bro. Hehehe. Kenapa? Lu horny ya ngeliat bini gue? Sama dong. Hahaha.”
“GR lu. Mau kagak? Gue banyak pesenan laen nih. Ini antara temen aja, free trial, gitu. Hahaha.”
“OK.”
“Hah? OK? Bener nih ya. Awas lu nyesel. Tapi bini gue gimana? Kagak boleh buat lu, setan. We’re not exchanging anything here, buddy.”
“Yah, terserah lu lah. Tapi gue pesen satu aja: pake kondom.”
“Off course, my man. You think I’m dumb?”
“Yes. Hehehe. Let’s go back out. Caranya gue serahin sama lu aja.”
“Sip. Let’s go.”
Sekembalinya kami dari toilet, kulihat para istri kami sedang asik ngobrol dengan tiga orang lelaki keturunan India. Ayu diapit oleh dua orang dan yg seorang lagi duduk di sebelah Kiki. Dari gayanya, kami tahu bahwa India-India iseng itu mengira istri-istri kami adalah cewek-cewek gampangan.
Tangan seorang yg duduk di sebelah Ayu malah sudah diletakkan di atas paha Ayu. Kulihat Ayu mencoba menepisnya, tapi tdk dengan sepenuh hati. Mungkin dia suka juga? Yg duduk di sebelah Kiki masih agak sopan, dan hanya memeluk bahunya. Kulihat Kiki agak menjauh sedikit dan melotot galak ke arah India gokil itu.
“Wow, dude.. bisa keduluan sama India-India ngentot itu nih, gue.” Fredy nyeletuk asal sambil bergegas ke arah Ayu dan Kiki.
Aku mengikutinya perlahan. Kupikir, the more, the merrier. Kulihat Fredy berbicara sesuatu dengan orang-orang itu, dan lalu mereka ngeloyor pergi sambil tertawa-tawa. Kedua istri kami pun ikut tertawa lebar.
“What’s up, Fred?” tanyaku setelah duduk lagi, kali ini di sebelah Ayu.
“Nggak, gue bilangin aja kalo dua cewek ini udah kita sewa buat seminggu. Udah lunas, pula. And we’re sorry but we’re not sharing them with anybody.”
“Emang gila deh lu, Fred.” Kiki berkomentar sambil masih tertawa.
“Tapi suka kaann..” Fredy memandangi wajah Kiki begitu dekatnya. Kiki jadi rada kikuk, dan kulirik Ayu malah mesam-mesem doang.
“Idiihh.. apaan sih lu. Jauhan dong.. mulut lu bau. Jangan deket-deket muka gue. Reenn.. tolong dong. Temen kamu sinting nih. Minumnya cuma segelas, maboknya kayak minum sepetii.”
Tawa kami meledak mendengar ucapan Kiki. Dan kira-kira pukul satu, kami memutuskan untuk pulang.
Sebelum pulang, Fredy sempat membisikiku, “Ren, besok siang gue ke rumah lu. We will start to realize your fantasy, man.” Penisku langsung tegang membayangkan apa yg akan terjadi nanti.
Pukul 11 siang bel rumahku berbunyi. Aku sedang menonton TV di kamarku. Kiki mungkin sedang membantu Mbak Wani, salah seorang pembantu RT kami memasak makan siang kami.
Aku mengintip dari kamarku yg di lantai dua yg kebetulan menghadap ke jalan dan ke pagar rumahku. Fredy sudah di depan muka rumah bersama Ayu membawa keranjang berisi jeruk dan pisang. Segera aku bergegas turun dan membukakan pintu utama rumah kami.
“Siang, bos. Wah, gue kirain elu belom mandi. Ternyata sudah keren. Makanannya udah ready nih?” Si Fredy nyerocos begitu melihatku di pintu muka.
“Ampirlah. Masuk yuk. Wah, bawa pisang nih.” Langsung kuambil keranjang buah itu dari tangan Ayu dan kucomot sebuah pisang yg langsung saja kumakan.
“Kiii.. Mas Fredy dan Mbak Ayu udah dateengg.” Setengah berteriak aku memanggil istriku yg sedang masak di dapur.
Kiki melongokkan dari arah dapur. Astaga! Ternyata dia masih memakai baju tidurnya yg berupa kaos you-can-see dan hot pants warna biru muda dengan kaki telanjang. Bodynya yg aduhai hanya tertutup sepertiganya saja kalau begini.
“Bentar ya, sodara-sodara. Aku masih masak nih. Yu, bantuin gue yuk! Cobain nih kurang apa.” Kiki menyahut dengan semangat. Ayu langsung ngeloyor masuk dapur. Aku perhatikan Si Ayu memakai rok span warna merah darah dan kaos tanpa lengan warna kuning muda.
“So, what’s up, my brotha, what do you have in mind?” Aku langsung saja sambil mengedipkan mataku ke Fredy yg duduk bersamaku di ruang tamu.
“Just chill, bro. I told you I’ll handle it, I will handle it.” Fredy mengangguk yakin kepadaku.
Nggak lama kemudian..”Cowok-cowok, lunch is served.” Ayu memanggil kami di ruang tamu dengan gaya seorang chef kawakan dengan celemek dan serbet makan yg disampirkan di lengannya sambil setengah membungkuk.
“Nah, gitu dong. Although I’d rather eat you, love.” Fredy berkata begitu sembari beranjak bangun menuju ke ruang makan sambil mencubit pipi istrinya mesra. Aku meringis saja.
“Kalian makan duluan deh. Gue mau mandi dulu sebentaar aja.” Kata Kiki sambil lari kecil naik tangga ke kamar kami.
“OK, ma’am. Tapi kita tungguin deh, asalkan beneran cuma sebentaar aja.” Fredy menggoda istriku. Istriku meresponnya dengan memeletkan lidahnya ke arah Fredy.
“Lu diam di sini dulu, ya. Nanti kira-kira lima menit, lu susul gue ke kamar lu. OK?” Fredy membisikiku. Ayu kebetulan sedang ngobrol dengan Mbak Wani dan tdk melihat ke arah kami.
“Hah? Sinting apa lu? Tapi whateverlah. OK.” Kataku perlahan.
Benar, kira-kira lima menit setelah Fredy naik ke kamarku, aku menyusulnya. Setibanya aku di depan pintu kamar mandi yg terbuka sedikit.. wow.. kulihat Fredy sedang mengintip Kiki yg sedang melucuti bajunya yg hanya dua lembar itu satu persatu.
“Goddamn, bini lu bodynya bikin gue geregetan aja.” Bisik Fredy.
“Eh, monyet, gue kagak pernah minta lu ngintip. Sial, lu.” Aku agak kesal juga, merasa dikerjai.
“Tenang, broer. Ini step by step. Let the pro do it. You, horny bastard, just shut up and sit tight.”
“Gue hajar lu. Kalo dia teriak, satu rumah denger, kita bisa cilaka, sompret.”
“Fred! Reenn! Mana sih kalian?!” kudengar Ayu berteriak memanggil dari bawah. Istriku juga pasti dengar, tapi cuek saja, lalu dengan bertelanjang bulat masuk ke dalam bath up, siap-siap mau mandi. Kami mashi terus mengintip.
“Lu turun dulu ke bawah, tenangin bini gue, OK?” bisik Fredy.
“OK.” Aku beranjak perlahan pergi. Nggak tau mau ngomong apa ke Ayu, tapi penisku sudah tegang abis, seperti mau pecah rasanya.
“Yu, Si Fredy lagi nonton basket di kamar gue. Seru juga sih, lagian Kiki kan masih mandi. Lu mau nonton juga?” Aku yakin Ayu pasti nggak akan berminat, karena dia paling benci sama yg namanya pertandingan basket. Konyol, katanya.
“Nggak ah, gue di sini aja nonton TV di bawah. Buruan dong. Kan gue juga lapar nih.”
“Beres, manis.”
“Genit lu ya kalo nggak ada siapa-siapa.” Ayu menyahut sambil tersenyum manis. Aku nyengir aja, sambil lari lagi naik ke kamarku.
Sampai di sana, aku masuk dan kukunci kamarku perlahan.
“Gimana, Fred?”
“Udah selesai mandi tuh. Wuih, gila, gue ngaceng berat nih, pren. Kagak nyesel nih lu?”
Aku diam saja. Nggak lama Kiki keluar dari kamar mandi, seperti kebiasaanya, telanjang total hanya bercelana dalam saja. Rambutnya masih basah karena keramas.
“Aahh!” Kiki menjerit kaget setengah mati melihat ada Fredy di situ. Dia mau lari lagi masuk ke kamar mandi, tapi tangan Fredy cepat menangkapnya. Kiki meronta-ronta dan aku diam saja sambil menelan ludah.
“Tenang, sayang.. tenang.. gue di sini cuma mau bantuin lakilu memuaskan fantasinya.” Fredy berujar perlahan sambil tangannya tetap mencengkram tangan Kiki.
“Ren, kamu bener-bener gila ya. Ini apa-apaan sih?” Kiki marah sekali melihat ke arahku. Aku cuma membuang muka saja.
“OK, karena kamu benar-benar sinting, aku juga bisa sinting. Tapi jangan menyesal nanti.” Kiki berkata begitu sambil memeluk Fredy dan mencium bibirnya walaupun masih agak ragu. Tangan mereka bergerilya kemana-mana.
Buah dada Kiki yg ranum menjadi target bibir dan lidah Fredy yg dengan bernapsu menjilat dan menyedotnya. Kiki menggelinjang nikmat.
“Mmhh.. Fred.. remes dong Fred.. pelan aja.. ahh..” Kiki rupanya naik juga birahinya.
“Mmhh.. yeaahh..” Fredy mendongak terpejam saat Kiki meremas penisnya dari balik celana jeansnya.
“Buka aja, sayang..”
Aku sudah napsu berat, kukeluarkan penisku, dan mulai mengocoknya sambil masih berdiri. Kulihat Kiki jongkok di depan Fredy, masih di depan pintu kamar mandi yg terbuka sambil mengeluarkan penisnya dari balik resleting dan mulai menyepongnya habis-habisan. Lidahnya bermain di kepala dan kedua buah pelir Fredy. Dikulum, dihisap, dijilat, you name it, she is doing it. Dia melakukannya sambil melirik Fredy dan aku bergantian.
“Isep, sayang.. yeaah, gitu.. uuhh.. bini lu hebat, man. Hebaatthh.. aahh.. jebol deh gue.. aarrghh!”
Sambil berkata begitu, air mani Fredy tumpah di dalam mulut Kiki yg langsung ditelannya. Melihat itu, aku nggak tahan lagi, dan air maniku pun langsung menyembur ke lantai. Lemas, aku terduduk di ranjang. Kiki pun bangkit berdiri sambil memandang Fredy.
“Enak, Fred? Hmm?” kata Kiki setengah berbisik.
Fredy masih terpejam dan menganggukkan kepala sambil menelan ludahnya.
“Kalah deh Si Ayu. Sedotan lu gila banget, Kiii. Ren, you’re a lucky guest, you know?”
“I know, man. Thanks berat. Ini rahasia kita aja ya.” Sahutku santai.
“Yuk, turun. Nanti Ayu curigation, lagi. Ki, kamu turun dulu, say. Bilangan Ayu “Pertandingan basketnya” sudah ampir selesai. Nanti kita nyusul.”
“OK.” Kiki bergegas berpakaian dan langsung turun. Aku sedikit lega karena sebagian fantasiku sudah terpuaskan.
“Reno, my man. If you need us to go any further than that, just ask, buddy. Hehehe.” Fredy ngomong gitu sambil membetulkan pakaiannya. Aku ngangguk saja, ikut berberes, dan membersihkan lantai yg terkena semburan maniku barusan.
Seusai makan siang yg dipenuhi dengan canda dan obrolan seperti biasanya, kami bersantai di kebun belakang rumah kami sambil makan buah-buahan yg dibawa Fredy dan Ayu. Kami duduk di meja bundar yg ada di tengah-tengah kebun kami. Aku, Kiki, Fredy, Ayu. Fredy melirik Kiki yg pura-pura tdk melihatnya sambil terus ngobrol denganku dan Ayu.
Tiba-tiba Kiki beranjak bangun.
“Mau pipis”, katanya.
Sambil berdiri begitu, sambil tangannya mengelus penis Fredy. Kurasa Ayu tdk memperhatikannya karena sibuk berkomentar tentang bunga-bunga yg kelihatan indah sekali sore itu. Fredy memandangiku sambil nyengir. Kukedipkan mataku kepadanya sambil meladeni ocehan Ayu. Sejam kemudian mereka pamit pulang.
“Do you like it?” aku bertanya pada istriku sebelum tidur malam itu.
“Hmm? I think I do.” Kiki membalas menjawab sambil memeluk dadaku dan merebahkan kepalanya di dadaku.
“Mau coba lebih lagi?” aku bertanya singkat.
“Terserah kamu, sayang.” Balasnya sambil mengelus penisku yg sudah berdiri.
“Idih, kok udah ngaceng sih ininya?” katanya lagi sambil merogoh kedalam celana tidurku yg komprang tanpa celana dalam.
Dia mulai mengelus-elus kepala penisku dan mulai mengocoknya perlahan.
“Ahh, baby.. I want you to fuck him.” Kataku dengan napsu yg sudah naik.
“I know, baby..” sambil berkata begitu, kepalanya menyusup kebalik selimut dan mengulum penisku.
“This is what I did to him. Tell me how you like it..” Kurasakan air maniku segera terkumpul akibat sedotan, jilatan dan kulumannya di penisku.
“Sayang, kamu bakalan bikin aku keluar nih.. telan ya.. mmhh.. oohh.” Gila, belum pernah aku keluar secepat itu. Kurang dari 2 menit saja! Istriku memang luar biasa tehnik oralnya. Maniku ditelannya.
“Baby, I need you to fuck me. Pleasee..” Kiki menggelinjang sambil tangannya meremas toketnya sendiri dan lalu mengelus vaginanya yg sudah basah. Sejak kapan dia nggak pakai baju lagi?
“Aku nggak mau.. the next guest you’ll get will be from Fredy, babe.” Aku berkata dengan kejam sambil membereskan celanaku dan tidur pulas.
Dua hari kemudian, aku masih belum bersanggama dengan Kiki. Malam harinya, sekitar pukul 7, Fredy menelponku saat aku baru selesai mandi.
“Ren, bini gue lagi ke Yogya, ada sodaranya yg meninggal. Gue udah cari alasan biar nggak ikut. So, I’ll have 2 days Off. What’s up?”
“Perfecto. Si Kiki udah horny berat nih. Nggak gue masukkin udah dua hari. Lu dateng deh sekarang.”
“Say no more, buddy.” Fredy menutup teleponnya. Kira-kira setengah jam kemudian dia sudah sampai. Kiki yg membukakan pintu.
Begitu melihat Kiki, Fredy langsung memeluk dan mencium lehernya.
“Hello, doll. Miss me?” Ini orang cool juga, pikirku.
“Mmhh..” Kiki menggelinjang senang.
“A lot. You come for me, or what?”
“No, I come for my buddy. YOU will make me horny.” Fredy menyeringai.
“And I will make you enjoy with me.”
Fredy langsung menggandeng Kiki ke kamar tidur kami. Aku mengikuti dari belakang.
“Strip for us. And masturbate, but stop when you are about to horny.” Fredy memerintah Kiki sesampainya di kamar. Aku menyetel CD jazz yg lembut untuk menunjang suasana.
Kiki melucuti pakaiannya satu persatu sambil meliuk-liukan tubuhnya yg sintal mulus itu.
Mau tdk mau, kami berdua menelan ludah berkali-kali. Lalu setelah bugil total, ia membelakangi kami dan membungkuk. Dengan tersenyum ia menoleh ke arah kami dan menjilat jari tengah kanannya. Lalu dengan sensualnya ia mengelus sepanjang bibir vaginanya dan dengan perlahan memasukkan jari tersebut ke dalam vaginanya keluar masuk kira-kira lima kali.
“Ouhh.. it’s so wet, boys..” katanya seraya menjilat kembali jari itu.
“And it taste so yummy..” Kami kembali menelan ludah dengan tangan kami mengelus penis kami masing-masing.
Ia kemudian berbalik menghadap kami, dan berjalan menghampiri Fredy. Ia lalu berjongkok di antara selangkangan Fredy yg duduk di pinggir ranjang bersamaku menonton aksinya. Celana Fredy dibukanya dan penisnya dielus dan diremas lembut.
Kulihat kepala penis Fredy sudah sangat basah, dan makin basah karena sekarang Kiki mulai menjilatinya.
“Ahh, Raa.. terus sayanghh..” Fredy menggelinjang nikmat dan aku mulai mengocok penisku perlahan.
“Enak, Fred? Hmm? Mau diisep lagi kayak kemarin?” Kiki dengan seksinya melirik ke arah Fredy.
“Yess.. please, babe.. suck my dick..”
Tdk perlu disuruh dua kali, Kiki mengulangi aksinya. Tapi kali ini hanya sebentar saja. Mungkin dia takut Fredy keburu keluar lagi.
Tdk berapa lama kemudian, Kiki menelentangkan tubuhnya di lantai kamar yg berlapis kayu sambil meremas-remas dadanya, dan tangan yg satunya bermain lincah di vaginanya. Kami ikut bertelanjang bulat sambil duduk di sebelah kanan dan kirinya.
Beberapa saat kemudian Kiki mulai mengerang dan menggelinjang. Napasnya terengah-engah dan mukanya memerah. Pinggulnya terangkat-angkat dan membuat gerakan memutar perlahan. Remasan di dadanya mulai agak kasar.
Puting susunya dipelintir olehnya sendiri, dan vaginanya mulai mengeluarkan cairan kental dan berbau khas. Dia sudah diambang orgasme. Fredy dengan sigap menangkap kedua tangannya dan langsung menindihnya.
Dengan satu hentakan, penisnya menyeruak ke dalam vagina istriku. Pinggul Fredy mulai bermain.
“Aahh.. aahh.. yess.. oouuhh..” Kiki meracau nggak karuan.
Aku juga hampir pingsan karena napsuku. Tanganku mengocok penisku dengan cepat.
“Ohh.. Freeeddd.. kontol lu gede banget banget, sayang.. aahh.. ahh.. ahh.. gue mau sampe nih, Freeeddd.. oouugghh.. gue keluar, Freed.. aarrgghh!” Kiki menjerit-jerit merasakan nikmat yg menhantam seluruh sendinya.
“Ki.. di dalam apa di luar..” Shit.. aku baru sadar kalau Fredy lupa pakai kondom!
“Di mana, Kiii?” Fredy mempercepat goyangannya.
“Di luar, Fred.. uuhh..” Kiki udah lemas sehabis orgasme.
“Wow.. anget banget, sayang..” ucap Kiki lembut saat penis Fredy berkedutan di atas perut Kiki yg putih dan rata. Tangan Kiki cepat mengurut-urut penis Fredy yg sedang memuntahkan laharnya.
“Ooh fuucckk..” Fredy ambruk di atas tubuh istriku. Aku juga mempercepat kocokanku dan nggak lama..
“Baby, I’m coming..” aku terengah-engah mengarahkan penisku ke mulut Kiki.
“Sini, sayang.. aku mau kamu punya..” Kiki membuka mulutnya lebar dan kusemburkan maniku ke dalam mulutnya..
“Telen sayang.. yeaahh.. agghh!” Orgasmeku menghantamku dan penisku berkedutan di dalam mulut Kiki. Dengan lembut Kiki menjilati dan mengulum penisku.
Seluruh adegan itu memakan waktu hanya 1.5 jam saja. Fredy lalu pamit pulang segera.
“Thanks, Fred.” Kataku waktu mengantarnya ke depan pintu. Kiki sudah tertidur di kamar kelelahan.
“Anytime, buddy. Memek bini lu luar biasa.”
“Ayu punya gimana? Emangnya nggak seenak Kiki?” ujarku iseng aja sebenarnya.
“Hehehe.. lu coba aja sendiri. My treat. Tapi itu kalau dia OK. Later, man. Let’s do lunch tomorrow.”
Aku tersenyum kecil dan menganggukan kepala.
Besoknya aku makan siang bersama dengan Fredy di daerah Kemang. Sambil ngobrol ngalor ngidul, Fredy berkata,
“Besok malam Ayu sampai di rumah. Still interested?”
“Well, gue sih OK banget kalo lu berdua OK juga. Kiki gimana?” kataku pelan.
“Ajak aja besok. Gue punya rencana nih. Kita bisa nonton live show barangkali. Hahaha.”
Deg. Jantungku berhenti sejenak. Fredy memang gila, kayaknya. Tapi kegilaan yg mengasyikan.
“Are you serious? Gimana caranya? Mana mau mereka?”
“Serahin aja sama Om Fredy. Lu tau beres dan ngecret aja deh pokoknya. OK ya. Gue musti balik ke kantor nih. Masih ada urusan. See you tonite.”
“See you, bro.”
Akhirnya malam yg kunantikan tiba juga. Sekitar pukul 9 aku dan Kiki sudah sampai di rumah Fredy dan Ayu di Permata Hijau. Kukatakan pada Kiki bahwa another fantasy is waiting. Dia excited sekali dan siap dengan busana yg sangat frontal memamerkan keseksian tubuhnya. Kaos hitam yg hanya berupa kemben seperut dan rok mini hitam ketat dari bahan kulit membalut tubuhnya. Sepatu hak tinggi hitam menghiasi sepasang kaki panjang mulusnya.
Ayu membukakan pintu rumahnya dengan pakaian yg tdk kalah seksinya. Rok sebetis dengan belahan di bagian belakang yg dalam ke tengah pahanya dan atasnya kemeja tipis longgar tanpa BH sehingga kami dengan jelas melihat putingnya yg tegak menantang.
“Come in,” katanya seraya tersenyum manis pada kami.
“Kita main strip poker malam ini. I heard you guys were having a grand time while I was gone. Curang! Kok nggak ngajak-ngajak sih?”
Kami cuma bengong saja mendengar penuturannya.
“Emangnya OK buat lu, Yu?” Tanyaku. Kiki sudah merah padam wajahnya.
“Sure, sex is a sport. And I need to have some exercise. Hahaha.” Busyet, udah ketularan lakinya nih, pikirku.
Tanpa ragu-ragu, Ayu menggandeng Kiki dan mencium pipinya yg masih kemerahan karena kaget campur malu.
“Come on, girl.. don’t be like that. What are best friends for? To fuck each other brains out!” tawanya berderai-derai disambut dengan tawa Fredy dari dalam rumah.
“Bisa aja lu, Yu..” Kiki yg sudah santai kembali sekarang menyahut.
“Abis ini nih, Reno, gara-garanya.”
“Tapi suka kaan..” sekali lagi Fredy yg tiba-tiba sudah disamping Kiki mendekatkan wajahnya ke wajah Kiki.
“He-eh. Suka banget.” Kiki berkata begitu sambil meremas penis Fredy.
“Kontol laki lu ini bikin gue kelojotan kemaren malem nih, Yu.”
“Kalo gitu kontol lakilu musti bikin gue kelojotan dong malem ini, biar satu sama.” Ayu berkata sambil melirik nakal padaku. Aku jadi tertawa kecil, namun penisku sudah tegang sekali rasanya.
“But first let’s have dinner!”
“Mmhh.. Ren.. jilat terus itil gue.. aahh iyaa..” Ayu mendesah lembut ketika aku mulai menjilati kelentitnya yg sudah membesar di atas sofa living roomnya. Kiki dan Fredy menonton sambil keduanya mengelus-elus sendiri tubuh mereka yg sudah telanjang bulat.
“God.. suck my dick, honey.. yess.. you’re gonna make me come.. oouuhh!” Jeritan lirih Ayu cukup keras. Untung saja para pembantu RT sudah di perintahkan untuk pergi keluar rumah malam ini. Jadi hanya tinggal kami berempat saja.
Kusodok-sodokan lidahku kedalam vagina Ayu yg sedang mengeluarkan cairan kenikmatannya.
“Tell me what you want, babe.” Kataku sekenanya. Penisku sudah mulai mengeluarkan cairan dan terasa hangat.
“I want you to fuck me and make me orgasm.. do it now..” Ayu meracau sambil menggeleng-gelengkan kepalanya akibat terserang birahi yg bertubi-tubi.
Kulirik Kiki dan Fredy yg sedang bergumul 69 di lantai di bawah sofa itu. Erangan dan rintihan mereka cukup membuatku dan Ayu semakin beringas. Segera kuposisikan penisku ke lubang kewanitaannya. Bless.. aahh.. hangat sekali di dalam sini.
Ayu dengan ahlinya mengencangkan otot vaginanya saat aku mulai menggenjotnya. Setelah beberapa kali ayunan pantatku, aku rasakan maniku mulai membludak.
“Yu.. gue bisa nggak tahan kalo lu gituin terus memeknya.. oohh.. uuhh..” aku mulai merasakan denyutan di pangkal penisku.
“Hmmhh.. biarin.. gue juga udah dikit lagi sampai kok.. hh.. lepas di dalem aja.. gue lagi aman kok.. aarrghh!” Ayu menjerit keras karena tiba-tiba aku menggenjotnya keras berkali-kali.
“Shit.. Yu.. terima nih, sayang.. shiitt.. aahh.. aahh.. gilaa..” Aku ikut teriak karena orgasmeku datang secara tiba-tiba.
“Renn.. ohh.. I’m cumming, honey.. I’m cummiinngg.. iihh.. oohh..” Denyutan memeknya sangat terasa memijat penisku. Aku ambruk di atas tubuh Ayu dan kami berdua saling berpagutan French kissing dan kuhisap dan kujilati toketnya yg montok berkeringat.
“Hhmm.. udah dulu dong, Ren.. ntar gue naik lagi nih.” Kata Ayu lembut sambil menggelinjang geli.
“That’s the idea, babe.. lihat tuh Kiki sama Fredy..” bisikku di telinganya sembari menggigit kecil kupingnya.
Kiki dan Fredy masih saling menjilat dan menghisap dengan serunya dalam posisi 69. Tubuh Kiki mulai bergetar, mengerang-erang, dan tangannya mengocok penis Fredy dengan cepat. Tiba-tiba, Fredy yg berada di bawah mendorong tubuh Kiki ke samping.
“Stop dulu sayang.. hhuuhh.. stop..” Fredy berdiri perlahan-lahan.
“Kenapa, Fred? Nggak enak ya? Ayo dong.. tadi gue udah ampir tuh.. aaduuhh.. jangan gini dong.. tega deh lu..” Kiki merajuk bercampur birahi yg membuat kepalanya pusing.
“Hehehe.. you can orgasm, but Ayu is the one that will do it to both of us.” Deg. Jantungku berdegup kencang. Jadi ini maksudnya Si Fredy dengan live show.
Ayu tersenyum simpul mendengar itu.
“Ra, sekarang elu kangkangin muka gue. I’ll take you there, honey.” Ayu berkata dengan genitnya.
Kiki yg sudah tdk sanggup lagi, diam sejenak, lalu mengangkangi wajah Ayu yg masih berkeringat.
“Aawwhh.. make me horny.. please make me orgasm.. ohh yeaasshh.. isep itil gue, sayang.. iyaahh gitu.. iyaahh..” Ayu menjerit-jerit kecil merasakan permainan lidah dan bibir Ayu di vaginanya.
Sementara itu Fredy kulihat memposisikan penisnya di vagina Ayu yg masih melelehkan air maniku.
“Aahh yess.. enak, Masshh.” Ayu mulai merasakan genjotan suaminya.
“Honey.. I’m cumming.. oohh..” Kiki mengerang dan mendesah panjang saat orgasmenya datang.
Pinggulnya begoyang maju-mundur menggosokkan vagina dan kelentitnya ke bibir Ayu yg siap menyedot-nyedot cairan vagina Kiki yg mengalir deras.
Tubuh Kiki yg basah berkeringat bergetar hebat dan tangannya meremas keras buah dadanya yg bergelayut manja.
Kulihat paha Fredy mulai bergetar hebat dan ia memeluk tubuh Kiki dari belakang sambil terus menghentak-hentakan penisnya ke vagina istrinya. Suara becek berkecipak di dalam vagina Ayu seksi sekali.
“Oohh.. fuckin’ so..deep.. aku keluar, sayaanghh..” Fredy memuntahkan lahar panasnya yg pasti bercampur dengan milikku di dalam vagina Ayu.
Tak lama tubuh Fredy berkelojotan dan tangannya meremasi buah dada Kiki yg masih menikmati orgasme dashyatnya mengangkangi wajah Ayu.
“Yess.. anget sekali punya kamu, Masshh.. hheehh..” Ayu memejamkan matanya menikmati sensasi yg luar biasa.
Bibirnya belepotan cairan Kiki dan vaginanya berlelehan air maniku dan suaminya. Aku terhenyak lemas di bawah sofa dengan penis terkulai lemas dan perasaan sangat puas.
Keesokkan paginya di rumah kami, aku terbangun mendapati Kiki yg tengah memeluku dari belakang. Kubalikan tubuhku, dan kulihat ada senyuman lembut di wajahnya.
“Ra, baby?”
“Hmm? Udah bangun, sayang?” istriku menjawab lembut.
“Are you happy?” tanyaku tulus.
“Very. Sini, bobo lagi.. aku pengen dipeluk terus sama kamu. I love you so much, sayang.”